kip lhok
Beranda / Feature / Perjuangan Istri Saat Suami Positif Corona

Perjuangan Istri Saat Suami Positif Corona

Jum`at, 01 Mei 2020 12:07 WIB

Font: Ukuran: - +

Menatap dan  melambaikan tangan sebagai bentuk kasih sayang. pemandangan inilah yang disaksikan  Ayuna Rafian, saat sang suami berangkat untuk menjalani isolasi. Ternyata bukan lambaian terahir.  (Foto koleksi Ayuna Rafian)

Seorang istri ada kalanya harus menunjukan dirinya setegar karang, walau ganasnya gelombang datang menerjang. Dia harus pandai menyimpan perasaanya. Apalagi ketika sang suami dinyatakan positif Covid-19.

ketika sang suami akan berangkat untuk diisolasi. Tidak dibenarkan mendekat, hanya berdiri di pagar rumah. Lambaian tangan adalah bentuk kasih sayang. Apakah itu lambaian terahir dari seorang ayah untuk anaknya. lambaian terahir dari seorang suami untuk istrinya.

Saat itulah sang istri menunjukan ketegaranya.  Dia harus menahan air  hangat di indra penglihatanya untuk tidak keluar. Dia tidak tahu apakah suaminya akan kembali dengan selamat, atau hanya menjadi kenangan dalam hidupnya.

Dia harus ceria hidup di rantau orang. Dia harus menyakinkan suaminya, bahwa dia bersama anak anak yang ditinggalkanya dalam keadaan baik.  Dia memberi semangat kepada suaminya  agar tidak menyerah melawan  Covid-19 yang menyerang tubuhnya. 

Bila kita dalami isi hatinya, sebenarnya dia rapuh. Namun ketika berkomunikasi dengan suami, wanita asal Gayo, Aceh Tengah ini menunjukan ketegaranya sebagai istri, sekaligus sebagai ibu.

Ketika Dialeksis.com bercerita denganya, Ayuna Rifan,32, wanita asal Bale Atu, Takengon, Aceh Tengah masih trauma untuk berbicara corona. Suaminya menjalani isolasi sekaligus perawatan medis selama 33 hari di salah satu RSU di Pulau Jawa.

“Alhamdulilah, sudah 33 hari menjalani perawatan medis, ahirnya dinyatakan negatif. Kini sedang menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rumah,” sebut Ayu via selularnya.

Anak bungsu dari Ramli Aman Tawardi, Imam besar Masjid Agung Ruhama (masjid raya) Takengon ini menjalani hari hari pahit dan menegangkan. Hari hari yang diiringi balutan doa dan linangan air mata. Apalagi dua putra mereka masih kecil, umur 7 tahun dan satu tahun delapan bulan.

Dia tidak menduga suaminya yang berprofesi sebagai dokter di Pulau Jawa terpapar Covid-19. Suaminya sehat, tidak ada gejala terkena virus. Justru teman temanya (juga positif Covid-19) yang menunjukan gejala corona.

Ayu enggan menyebutkan identitas lengkap suaminya. Mereka mengambil inisiatif melakukan pemeriksaan kesehatan, setelah melihat teman-teman suaminya ada gejala terkena Covid-19. Walau mereka tidak ada tanda tanda bakal terserang corona. Semuanya sehat.

Dua kali dilakukan tes swab. Sepekan kemudian baru diperoleh hasilnya. Sepekan menunggu kabar merupakan hari yang menegangkan. Ahirnya hasil tes swab diumumkan. Ayu dan dua anaknya yang sudah melakukan isolasi mandari selama 14 hari dinyatakan negatif.

Ayu juga saat itu yakin suaminya negatif, karena dia sehat tidak menunjukan gejala. Namun hasil tes swab dua kali itu, menyatakan suaminya positif terkena corona. Ledakan tangis tidak mampu dibendung.

Namun baik Ayu dan suaminya tabah menghadapi cobaan ini. Karena mereka tidak pernah meminta dihadiri corona. Cobaan Tuhan ini harus dihadapi. Mereka juga tidak mau menularkan wabah itu kepada manusia lainya.

Mulailah hari hari mencekam, penuh beragam perasaan merasuki jiwa  Ayu. Apalagi dia mengetahui banyak  tenaga medis  yang meninggalkan alam pana ini akibat serangan corona. Apakah anak anaknya yang masih kecil akan kehilangan ayahnya?

Di tengah berbagai perasaan yang beraduk di rongga dadanya, Ayu senantiasa semangat. Di relung hatinya ada sebuah tambatan, tempatnya berserah diri dan memohon pertolongan. Dia menyakini yang maha segala galanya akan memberikan yang terbaik untuk hidupnya. Apapun takdir Ilahi dia akan jalani.

Air mata dalam munajat doa senantiasa dilantunkanya. Demikian dengan keluarga besar di Takengon dan keluarga sang suami, senantiasa berdoa. Menyerahkan perjalanan hidup dan mati seseorang kepada yang maha segala-galanya.

Sebagai wanita yang butuh pelindung, Ayu mahluk yang lemah. Namun sebagai istri saat suami butuh dirinya, Ayu menunjukan ketegaran dan senantiasa memberi semangat. Dia menunjukan dirinya tegar, menjadi penawar untuk suami, sekaligus mampu mengurus buah hati darah daging mereka, walau hidup diperantauan.

Ketegaran sang suami dalam melawan corona, telah membuat ayah dua anak ini melewati masa kritis dari amukan covid-19. Doa doa dari mereka yang tulus dikabulkan Ilahi.



“Kami semuanya sujud syukur, ketika mendengar anak kami dinyatakan negatif. Semoga tidak ada lagi virus di tubuhnya,” sebut Ramli Aman Tawardi, Imam Agung Masjid Ruhama Takengon, kepada Dialeksis, Jumat (1/05/2020).

33 hari diisolasi di RSU dan harus melanjutkan isolasi mandiri selama 14 hari, merupakan perjalanan waktu yang panjang dan menegangkan. Ayah dua anak ini sudah 5 hari menjalani isolasai mandiri dirumah. Sampai tulisan ini diturunkan, kerinduan anak anaknya untuk mendapat pelukan sang ayah belum tercapai. Perasaan Ayu bercampur aduk. Ada linangan air mata.

“Cukup kami yang merasakan bagaimana ganasnya Covid-19. Semoga virus ini tidak menyerang saudara-saudaraku. Jangan anggap enteng dengan virus ini. Ikutilah SOP kesehatan yang sudah ditetapkan,” sebut Ayuna Rifan.

Kalau ada yang berpendapat bahwa corona akan mati sendiri selama 14 hari setelah menjalani isolasi, itu adalah kesalahan besar. Buktinya ayah dua putra ini menjalani isolasi dan mendapatkan perawatan medis di RSU sampai 33 hari, serta melanjutkan isolasi mendari 14 hari lagi setelah keluar dari RSU.

Oleh karena itu, Ayu berpesan, jangan sungkan dan malu melakukan pemeriksaan. Jangan karena gengsi Anda tidak tahu tubuh Anda sudah dihinggapi virus. Paling berbahaya lagi virus itu ditularkan kembali kepada orang lain.

Di dunia saat ini, update Jumat 1 Mei 2020, tercatat 3.302.909 positif corona. 1.038. 390 dinyatakan sembuh dan 233.765 nyawa meninggalkan alam pana ini.Di Indonesia tercatat 10.118 yang positif, 1.522 sembuh, 7.804 masih menjalani perawatan dan 792 meninggal.

“Tidak ada manusia yang berkeinginan terserang wabah. Namun kita semuanya berpeluang terkena wabah. Tidak peduli apapun status dan jabatan kita. Terkena virus corona bukanlah aib. Oleh karena itu mereka yang terkena jangan dikucilkan,” pinta Ayu.

Ayu sudah merasakan hari hari menegangkan dan mencekam, saat dia harus menjadi ibu, sekaligus sebagai ayah untuk anaknya. Menjadi istri penyemangat hidup suami, agar tegar dan tabah menghadapi virus.

Kini ayah dua putra dari Aceh yang bertugas di tanah Jawa ini sedang melakukan isolasi mandiri. Semoga diberikan Tuhan kesembuhan, dan tidak lagi dihinggapi Covid-19. Semoga kita juga tidak menambah daftar angka corona. Ikutilah SOP kesehatan yang sudah dianjurkan.

Usuran nyawa adalah haknya Allah dalam menentukan hidup manusia. Namun sebagai hamba kita harus berusaha menyelamatkan diri saat wabah melanda. Corona yang kini memporak-poranda dunia, tidak mengenal siapa Anda. Jangan tambah daftar manusia yang terkena. Hindarilah sekuat kemampuan Anda. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda