Pameran Kriya Aceh: Dari Tradisi ke Modernitas dan Masa Depan Ekraf yang Mendunia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Disbudpar Aceh gelar pameran Produk Kriya Khas Aceh di Plaza Aceh, Banda Aceh. [Foto: dok. Disbudpar Aceh]
DIALEKSIS.COM | Feature - Sore itu, Plaza Aceh tampak sibuk dengan hiruk pikuk pengunjung yang datang dan pergi, berjalan di sepanjang lorong-lorong mall dan riuhnya kehidupan urban. Saat membuka pintu samping Plaza Aceh, ada sebuah pameran yang menarik perhatian yang melintas untuk berhenti sejenak.
Pameran itu tidak hanya memamerkan benda-benda, tetapi juga menghidupkan sebuah tradisi, produk kriya khas Aceh, hasil karya para pelaku ekonomi kreatif (ekraf) yang siap menembus pasar global. Pameran yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (Disbudpar Aceh) ini bukan hanya soal memperkenalkan produk, tetapi lebih kepada sebuah upaya yang lebih besar, yaitu menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan bagi Aceh melalui ekonomi kreatif.
Pameran Produk Kriya Khas Aceh yang berlangsung pada bulan Agustus ini melibatkan 13 pelaku ekraf dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Mereka adalah para pengrajin, desainer, dan pelaku UMKM yang memadukan kreativitas mereka dengan budaya Aceh yang kaya. Bukan hanya sekadar pameran barang, acara ini adalah jembatan yang menghubungkan tradisi dengan modernitas, dan dalam prosesnya, membuka peluang besar bagi ekonomi Aceh.
Namun, lebih dari sekadar produk, pameran ini merupakan gerakan untuk mengangkat nama Aceh melalui kearifan lokal yang dimiliki.
"Kami ingin menunjukkan bahwa Aceh tidak hanya kaya akan sejarah dan budaya, tetapi juga penuh dengan kreativitas yang mampu bersaing di pasar global," ujar Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal melalui Kepala Bidang Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan (PUPK) Ismail.
Harapan Disbudpar Aceh sangat besar, bahwa produk kriya khas Aceh dapat merambah dunia luar, menggugah minat pasar internasional, dan meningkatkan daya tarik pariwisata serta ekonomi kreatif di Aceh.
Produk kriya Aceh, seperti sulaman kasab yang dipamerkan, memancarkan keindahan yang tak lekang oleh waktu. Kasab, yang dahulu hanya digunakan dalam upacara adat seperti pernikahan dan peusijuek, kini tampil modern dalam bentuk sarung bantal, tudung saji, kipas, dan berbagai barang lainnya yang bisa digunakan sehari-hari.
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal melalui Kepala Bidang Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan (PUPK) Ismail. [Foto: dok. Disbudpar Aceh]Jembatan Antara Inovasi, Budaya, dan Potensi Ekonomi
Di antara keramaian pengunjung, terdapat pemandangan yang begitu menggugah. Rahmi Bustami, seorang pelaku ekraf dari Evaschoice Baimee, tampak antusias memperkenalkan karya-karyanya yang dipenuhi unsur etnik Aceh. Rahmi bercerita tentang bagaimana dirinya memutuskan untuk mengangkat etnik-etnik Aceh ke dalam produk-produk yang ia buat, menciptakan sebuah sinergi antara tradisi dan inovasi.
“Saya ingin mengajak dunia melihat betapa indahnya budaya Aceh,” katanya. Lewat produk-produk kriya yang dibuatnya, Rahmi ingin agar lebih banyak orang mengenal Aceh, tidak hanya lewat cerita, tetapi lewat objek nyata yang bisa dilihat dan dirasakan.
Bagi Rahmi, ekonomi kreatif bukan hanya soal membuat produk, tetapi juga soal menciptakan peluang. Setiap produk yang dihasilkan menjadi peluang ekonomi yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, melalui produk kriya bisa sekaligus mempromosikan adat dan budaya Aceh yang sangat indah, sehingga story tellingnya lebih dapat dan orang luar akan lebih mengenal motif-motif Aceh
“Motif kerawang Gayo, misalnya,” lanjut Rahmi, “Terkadang sulit dipahami jika hanya dibaca atau dijelaskan. Tapi jika orang melihatnya dalam bentuk produk, cerita di baliknya akan lebih terasa”.
Menggeliatnya ekonomi kreatif Aceh tidak lepas dari perhatian Disbudpar Aceh, yang terus berupaya untuk memperkenalkan produk-produk lokal ke tingkat yang lebih luas. Sebelumnya, mereka telah mengadakan mini expo produk Muslim Aceh di Jakarta dan roadshow pariwisata Aceh di Medan. Ini semua merupakan bagian dari strategi untuk meningkatkan eksposur produk Aceh, sekaligus membuka peluang kerja bagi masyarakat.
Pameran Kriya Aceh ini menjadi sebuah tonggak penting bagi pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Aceh. Ismail berharap kegiatan semacam ini bisa menjadi pintu gerbang bagi UMKM di Aceh untuk naik kelas.
"Kami ingin agar para pelaku ekraf Aceh bisa mempersiapkan produk mereka untuk dipasarkan lebih luas, misalnya di event besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan datang pada bulan September. Kami berharap produk-produk Aceh bisa hadir dalam expo yang akan digelar di Blang Padang," ujar Ismail.
Pameran Produk Kriya Khas Aceh di Plaza Aceh, Banda Aceh. [Foto: dok. Disbudpar Aceh]UMKM dan Ekonomi Kreatif Aceh yang Berkelanjutan
Bagi masyarakat Aceh, pameran ini adalah sebuah harapan. Bukan hanya untuk melihat produk-produk indah yang dibuat dengan penuh cinta, tetapi juga untuk merasakan dampak langsung dari ekonomi kreatif yang berkembang. Dengan memamerkan produk kriya khas Aceh kepada publik, Disbudpar Aceh berharap bisa meningkatkan pendapatan masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Ismail menambahkan bahwa pameran ini bukan sekadar ajang promosi, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk mempersiapkan produk Aceh naik kelas. Dengan adanya event besar seperti PON XXI pada bulan September mendatang, akan menjadi kesempatan bagi produk kriya Aceh untuk tampil lebih luas lagi, memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM untuk menjalin jaringan bisnis dan memperkenalkan produk mereka ke pasar yang lebih besar.
“Pameran ini adalah langkah awal yang besar. Kami ingin agar Aceh bisa dikenal sebagai pusat pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia, bahkan dunia,” ujar Ismail dengan penuh semangat. Bagi Aceh, pameran ini bukan hanya tentang memperkenalkan produk, tetapi juga tentang membangun identitas dan memperkuat perekonomian lokal.
Produk-produk kriya Aceh, dengan segala cerita yang menyertainya, kini siap untuk menciptakan kisah baru yang menghubungkan budaya, kreativitas, dan ekonomi. Melalui pameran ini, Aceh tidak hanya ingin dikenal sebagai Serambi Makkah, tetapi juga sebagai serambi yang menghubungkan dunia dengan keindahan seni dan kerajinan yang tak ternilai harganya.
Dengan semangat itu, Aceh melangkah lebih maju, menyulam harapan dan mencipta masa depan yang lebih cerah bagi para pelaku UMKM di sektor ekonomi kreatif, yang semakin naik kelas dan siap bersaing di panggung dunia.[adv]