Nostalgia Menulis: Antara Tipp-Ex dan Era Digital
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
DIALEKSIS.COM | Aceh - Di sebuah café di Lampeneurut, Lukman Age dan istrinya menikmati sore yang tenang. Sembari menunggu pesanan, sang istri mengeluarkan buku notes bergambar bunga lili vintage. Dengan lincah, ia mulai menulis, sesekali meminta pendapat suaminya setelah menyelesaikan satu paragraf.
Lukman terkesima bukan hanya pada isi tulisan, tetapi juga keahlian istrinya menulis tanpa coretan. "Di era digital ini, menulis panjang dengan tangan adalah keterampilan tersendiri," ujarnya.
Pemandangan ini membawa Lukman bernostalgia ke masa lalu, ketika menulis dengan tangan adalah kegiatan sehari-hari. Ia teringat akan Tipp-Ex, sang penyelamat tulisan yang salah. "Dulu, kita mengenal Tipp-Ex untuk mengoreksi kesalahan," kenangnya.
Tipp-Ex, cairan putih dalam botol plastik dengan kuas kecil di tutupnya, menjadi alat wajib bagi penulis. Lukman menggambarkan cara penggunaannya, "Kita sapukan cairan putih ke tulisan yang salah, tunggu kering, lalu tulis kata yang benar di atasnya."
Namun, penggunaan Tipp-Ex bukan tanpa risiko. "Baunya agak menyengat saat ditiup agar cepat kering. Bahkan bisa membuat dada sesak jika terlalu banyak dihirup," Lukman menambahkan. Seiring waktu, Tipp-Ex berevolusi menjadi correction pen yang lebih praktis, dikenal dengan nama Stipo.
Meski membantu, Tipp-Ex dan Stipo tak bisa sepenuhnya menghapus jejak kesalahan. "Ini membuat kita lebih berhati-hati saat menulis dengan tangan," kata Lukman. Ia membandingkannya dengan menulis di era digital, di mana menghapus kesalahan hanya butuh satu klik.
"Di dunia gadget, ide bisa lebih liar dan bebas kesalahan, karena ada cara mudah untuk menutupinya," Lukman merenungkan. Namun, ia tetap mengagumi keindahan menulis dengan tangan, sebuah seni yang perlahan mulai langka di era digital ini.
Sore itu di café, Lukman tidak hanya menikmati waktu bersama istrinya, tetapi juga merayakan nostalgia dan apresiasi terhadap seni menulis yang terus berevolusi.