Kupi Khop: Warisan Budaya Aceh dalam Seteguk Kopi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
DIALEKSIS.COM | Feature - Di balik riuhnya gelombang lautan yang menampar pantai, di tanah yang kaya akan cerita dan sejarah, terdapat sebuah tradisi yang menyatu dalam setiap tetes kopi. Di Meulaboh, Aceh Barat, kopi tidak hanya sekadar minuman. Ia adalah kisah yang terpatri dalam setiap ampas, dalam setiap tegukan yang membawa jejak masa lalu. Inilah Kupi Khop, kopi dengan gelas terbalik yang tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga merangkai sebuah legenda.
Kupi Khop, atau Kopi Tertelungkup, adalah tradisi unik meminum kopi yang berasal dari Pesisir Pantai Barat Aceh. Tradisi ini melibatkan penyajian kopi dalam gelas terbalik, dengan tujuan untuk menjaga kopi tetap hangat dan aman dari debu serta polusi. Praktik ini berakar dari kebiasaan nelayan di Pantai Barat Aceh yang harus menunggu kopi mereka setelah beraktivitas memancing ikan. Dengan gelas terbalik, kopi tetap terjaga suhu dan kualitasnya.
Cara minum sajian kupi khop Aceh juga sangat unik yaitu menggunakan sebuah sedotan, yang didekatkan di bagian bawah kopi dan disajikan dengan sebuah piring kecil di bawah gelas.
Kupi Khop tidak hanya terkenal karena rasa dan cara penyajiannya, tetapi juga memiliki makna historis. Konon, "Kupi Khop" dikaitkan dengan ucapan terakhir Teuku Umar, seorang pahlawan Aceh, yang mengungkapkan keinginan untuk minum kopi bersama di Meulaboh sebelum pertempurannya dengan Belanda, yang berakhir dengan kematiannya.
Teuku Umar berkata “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keudee Meulaboh atawa ulon akan syahid.” Artinya, “Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan mati syahid.” Sebuah janji yang tak pernah terwujud, sebuah mimpi yang terhenti di tengah keganasan pertempuran. Ucapan tersebut menjadi legenda, yang semakin memperkaya makna dari setiap sajian kupi khop yang ditawarkan.
Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat mendeklarasikan kupi khop sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBT), menandakan pentingnya tradisi ini sebagai aset budaya yang patut dijaga. Bahkan, November 2024 ini, kupi khop mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, yang memperkuat posisinya sebagai ikon daerah.
Kupi Khop kini bukan lagi sekadar tradisi yang terpendam dalam tanah Aceh. Ia telah merambah ke berbagai penjuru, mulai dari Sumatera Utara hingga Jakarta, membawa bersama warisan budaya yang penuh makna. Sebuah warisan yang tak hanya memberi kita rasa, tetapi juga memberi kita sebuah perjalanan waktu, perjalanan yang mengingatkan kita pada masa lalu, pada gelombang yang tak pernah berhenti, pada janji yang terpatri dalam secangkir kopi yang tertelungkup.
Dengan setiap sedotan yang kita tarik, kita tidak hanya menikmati kopi. Kita menikmati sejarah, kita meresapi kenangan, dan kita memahami betapa dalamnya makna sebuah tradisi yang terjaga dalam diam. Kupi Khop, lebih dari sekadar minuman. Ia adalah kisah yang menunggu untuk diceritakan, dalam setiap tetesnya yang terus mengalir. [adv]