kip lhok
Beranda / Feature / Hazijah Ritonga,SH, MKn Jadi Bawaslu Karena Panggilan Jiwa

Hazijah Ritonga,SH, MKn Jadi Bawaslu Karena Panggilan Jiwa

Kamis, 23 Juni 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Dia baru tiga hari melahirkan. Darah segar masih keluar dari tubuhnya. Namun ketika dilaksanakan ujian Panwaslu, lokasinya juga jauh, dengan mengunakan mobil pribadi dia ikuti ujian itu. Sambil mendekap buah hatinya yang masih merah, dia niatkan mengikuti ujian sebagai bagian dari ibadah.

Hatinya tergugah, setelah pelaksanaan Pilkada di Gayo Lues pada April 2012 dipenuhi dengan kobaran api. Kantor KIP dibakar, lima kantor kecamatan juga menjadi amukan si jago merah. Amukan massa mengharuskan Polda Aceh mengirimkan Brimob ke sana.

“Pengalaman Pilkada pada 2012 di Gayo Lues dengan kerusuhan besar, telah membuat nurani saya tersentak. Mengapa ini bisa terjadi? Ingin rasanya nurani saya menjadi bagian orang yang berperan mencegah terjadinya hal yang demikian,” sebut Hazijah.

“Panggilan jiwa inilah saya niatkan sebagai ibadah. Makanya tiga hari usai melahirkan saya mengikuti ujian yang diselenggarakan di Langsa, saya bawa keluarga  kesana,” sebut Hazijah Ritonga SH, MKn, ketika Dialeksis mengajak bercerita, Kamis (23/6/2022).

Awal mula kisah ini diketahui Dialeksis.com ketika dilangsungkan Rakor Humas Panwaslu se Aceh di Takengon, pada Kamis (16/6/2022). Kebetulan penulis dipercayakan pihak Bawaslu Aceh menjadi salah seorang nara sumber.

Hazijah menuturkan kisahnya untuk menjadi Panwaslih. Kebetulan dia dipercayakan menjadi petugas pos Bakum di PN Blangkejeren, dia turut menangani kasus pidana pelanggaran pemilu dan kemudian mengetahui adanya perekrutan panwas, ahirnya dia ikut mendaftar walau ketika itu sudah hamil tua.

“Saat saya mendaftar Panwaslih kabupaten dan lulus administrasi, saat itu saya sedang hamil tua. Tiga hari setelah saya melahirkan, ujian cat dilaksanakan. Bagaimana mengikutinya, apalagi ujianya di Langsa,” kenang Hazijah yang menceritakan pengalamanya kepada Dialeksis.

Mulailah dia merenung, mempertimbangkan segala sesuatunya. Apakah memungkinkan dengan tubuh yang baru melahirkan, dia harus mengikuti ujian. Jarak antara lokasi dia dirawat melahirkan dengan lokasi ujian lumanyan jauh. Gayo Lues- Langsa, bukanlah lokasi dekat dengan kondisinya saat itu.

“Kalau saya duduk istirahat di rumah sakit, kapan saya akan menjawab panggilan jiwa untuk menjadi bagian dari orang yang berusaha agar tidak lagi terjadinya kerusahan akibat penyelenggaran Pilkada,” sebut Hazijah.

Dengan sikapnya yang lembut sebagai seorang istri, dia menyakinkan Zakaria, SKM, M.Kes, ayah dari anaknya yang baru dia lahirkan.Dia menyakinkan teman hidupnya bahwa dia baik-baik saja, mampu mengikuti ujian yang diselenggarakan di Langsa.

Tiga hari setelah melahirkan dengan menggunakan mobil pribadi dia bersama keluarga berangkat ke Langsa. Dia berusaha membuat bayi yang masih merah itu senyaman mungkin. Dekapan seorang ibu terus dia berikan hingga sampai tujuan.

Anaknya yang masih bayi itu dirawat oleh  kakak iparnya  yang berkebetulan seorang bidang  tinggal di Langsa. Hazijah mengakui dia dan anaknya lebih sehat, karena cuaca di Langsa lebih panas, sehingga membuat keringat keluar. Anaknya dirawat dengan telaten oleh kakak iparnya.

Sebuah pengorbanan yang luar biasa dari seorang wanita, dimana tubuhnya masih mengeluarkan darah segar. Namun, karena panggilan jiwanya untuk menjadi bagian dari orang yang berupaya mencegah kerusuhan dalam Pemilu, dia menguatkan diri dan semangatnya untuk ikut ujian.

“Saya meniatkan semua ini bagian dari ibadah. Semoga apa yang saya lakukan mendapat Ridha Allah,” sebut wanita tangguh dari negeri penghasil serewangi dan kemiri ini, negeri tarian Saman.

Buah ketabahan dan keyakinanya menghasilkan. Dia dipercayakan menjadi bagian dari pengawas Pemilu di Gayo Lues. Setahun bertugas menjadi Panwaslih adhoc, kemudian dilanjutkan dengan menjadi anggota Panwaslih di negeri yang terlahir dari rahim Aceh Tenggara ini.

Namun walau dia disibukan dengan urusan hingar bingar dunia politik untuk memilih orang-orang yang akan memperebutkan kursi kekuasaan, Hazijah tidak melupakan kodratnya sebagai wanita. Dia harus menjadi istri dan juga ibu dari anak-anaknya disela kesibukanya menjadi Panwaslih.

Walau kadang kala meninggalkan keluarga berhari hari. Namun karena semuanya dibangun dengan kasih sayang dan kepercayaan, serta komunikasi yang baik, semuanya dilalui dengan nyaman dan menjadi ibadah.

Siapa sebenarnya Hazijah yang  setahun menjadi anggota Panwaslih adhoc kemudian  menjadi  Bawaslu di Gayo Lues ini? Inilah sekilas sosok wanita yang punya tekad dan semangat yang tinggi dalam berjuang ini.

Hazijah Ritongan, SH, MKn, lahir di Sigambal, Labuhan Batu, Sumatera Utara, 05 Januari 1982, dia kini menjadi anggota Bawaslu/ Panwaslih/ Koordinator Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal Panwaslih Kabupaten Gayo Lues.

Dia menamatkan SDN 112150 Sigambal  pada tahun 1994, kemudian melanjutkan SMP Swasta Kemala Bhayangkari-3 Labuhan Batu pada tahun 1997. Dilanjutkan dengan SMU Negeri 3 Rantauprapat, Labuhan Batu Tahun 2000.

Hazijah menamatkan S1 Fakultas Hukum UISU Medan Tahun 2007 dan kemudian meraih S2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU Medan Tahun 2010 .

Dia pernah menjadi dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Swadaya Medan Tahun 2010 s/d 2012. Asisten Dosen mata kuliah Kewarganegaraan di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Medan Kemenkes RI Tahun 2010 s/d 2012.

Penduduk Dusun Uken Kampung Leme Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues yang sebelumnya   juga berprofesi sebagai advokat hingga dia dilantik menjadi anggota Panwaslu Kabupaten Gayo Lues tanggal 11 September 2017. Setahun kemudian kembali dilantik menjadi anggota Bawaslu Gayo Lues pada 14 Agustus 2018, hingga sekarang masih menjabat sebagai anggota Bawaslu Gayo Lues.

Wanita energik ini juga gemar berorganisasi, mulai dari OSIS ketika dia masih duduk di bangku sekolah, menjadi bagian organisasi Remaja Masjid. Pramuka, Saka Bhayangkara dan masuk dalam organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

Buah perkawinanya dengan Zakaria telah menghadirkan tiga generasi penerusnya di muka bumi ini; Muhammad Ariga duduk di bangku kelas 5 SD, adiknya Nur Husna masih kelas 3 SD dan si bungsu Fitri Azwa tahun ini masuk sekolah TK.

Ada sesuatu yang membuat ibu tiga anak ini sukses dalam menggapai harapanya, semangat dan tekad yang kuat, tidak menyerah dengan keadaan, meniatkanya demi ibadah, telah membuat dirinya menjadi wanita yang tangguh. **** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda