Beranda / Feature / Getirnya Hidup dan Jeritan Hati Para Driver Ojol di Aceh

Getirnya Hidup dan Jeritan Hati Para Driver Ojol di Aceh

Senin, 05 April 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Sebelum matahari terbit mereka harus tahan berbalut dingin. Bergerak dan terus bergerak hingga larut malam. Tidak ada istilah hujan dan panas untuk mendapatkan “sesuap nasi”. Tidak kenal musim, apalagi saat negeri ini dilanda pandemi.

Bak super hero mereka selalu ada saat dibutuhkan. Ketika ada manusia yang membutuhkan jasanya, mereka akan selalu hadir. Driver Ojek Online (Ojol) ini senantiasa stand by. Namun, siapa sangka para Ojol ini merasa dianaktirikan oleh perusahaan mereka.

Kepada wartawan para Ojol menuangkan isi hatinya, berbagi duka tentang usaha yang mereka jalani. Kepada para pemburu berita, bukan hanya driver Ojol yang menyampaikan unek uneknya, namun driver grab bike ikut menyampaikan apa yang mereka rasakan.

Para driver di dua perusahaan ini menceritakan keluh kesah yang mereka jalani di Nanggroe Serambi Mekah. Mulai dari pertama mereka mengenal platform layanan pengantaran yang masuk ke Aceh ditahun 2017, hingga pandemi Covid-19 muncul. Bagaimana mereka mengungkap rasa yang “menyesakan” dada mereka?

Driver Grab Bike

Sebelumnya dikenal dengan GrabTaxi yang didirikan juni 2012 oleh Anthony Tan, bersama Tan Hooi Ling, berpusat di Singapura . Platform ini berkembang sampai mempunyai cabang di 8 negara; Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filiphina, Myanmar dan Kamboja. Sudah berpenghasilan mencapai US$ 10 miliar (sekitar Rp 142 triliun) menurut Wikipedia.com.

Fokus ke Aceh, beberapa driver Grab mengatakan perlakuan perusahaan terhadap mereka tidak adil dan terkesan tidak peduli dengan perjuangan para driver dijalan. Padahal driver Grab ini telah memasarkan platform sedaerah Kutaraja.

Para driver Grab merasakan perlakuan pihak perusahan kepada mereka sudah terlalu mencekik pendapatan mereka. Bagaimana tidak skema insentif (bonus pendapatan) mereka menurun. Dari awal 2017 sampai 2020, perubahan skema sudah dilakukan sebanyak 8 kali.

Bermula pemberian insentif mulai dari Rp 120.000,00 hingga Rp 80.000,00 sebelum di rubah menjadi hitungan 1 diamond sama dengan 300 Rupiah. Mendapatkan intensif ini apabila dalam 1 hari para driver mampu mendapatkan 20 penumpang.

Perubahan resmi intensif menjadi 300 Rupiah perorderan pada awal tahun 2021. Itu juga pada jam tertentu dan ditambah potongan biaya pemesanan Rp 1000. Di aflikasi para driver pengumuman itu dijelaskan.

“Susah sekali akhir-akhir ini mencari orderan tarif tinggi, tapi potongan sama tingginya yaitu 20%. belum lagi biaya pemesanan Rp 1000. Pesaing sudah semakin ramai, kami harus menambah kemitraan dengan platform lain agar kebutuhan kami tercukupi,” sebut salah seorang driver Grab.

Ia juga menjelaskan pengurangan orderan disebabkan kekurangan mahasiswa dan kebanyakan para pekerja yang sudah terkena PHK akibat pademi covid-19. Saat ini perekonomian sedang kacau dan berimbaskan kepada driver Grab juga.

“Mana ada perusahaan mau rugi. Namun kami meminta perusahaan peduli dengan nasib kami. Kami yang sudah memasarkan dan berjuang di jalan, demi kesejahteraan perusahaan, tapi mengapa setiap aspirasi kami tidak bisa diterima,” sebut Driver Grab yang enggan jati dirinya disiarkan.

“Kami hanya meminta, setidaknya kami dipedulikan. Jika memang tidak bisa mengubahnya, ya perbanyak UKM yang bisa berkerja sama dengan Grab. Ini juga bisa membantu perekoniman UKM yang sedang bertahan di masa pademi ini,” jelas sumber ini.

“Kami juga mau ditambah beberapa fitur agar lebih banyak variasi dalam pekerjaan kami dan itu juga bisa menambah keuntungan di dalam persaingan terhadap platform yang lain. Namun sekarang hanya tiga, beda dengan Gojek yang sampai ada 4, bahkah di daerah lain juga sampai 5,” sebut nara sumber ini.

“Tolong pihak Grab lebih memperhatikan nasib kami. Jika ada sesuatu kebijakan tolong konfirmasi ke kami para driver kami ingin kerja samanya, agar perusahaan dan kami para driver sama-sama enak,” jelasnya.

“Kami selalu mengusulkan kepada manager Grab yang berada di Aceh. Tetapi jawabanya tetap sama, mereka bisa memberikan solusi, hanya bisa merekomendasi. Karena manager Grab di Aceh juga dikendalikan Grab di Medan dan grab pusat. Aceh hanya sebatas menerima perintah tanpa bisa membuat kebijakan,” jelas driver grab lainya.

Mendengar hal itu DIALEKSIS.COM menanyakan kepada pihak perusahaan Grab Aceh dari via Whatapps. Namun sama seperti kebijakan, pihak manager grab Aceh tidak bisa memutuskan, konfirmasi tidak ada jawaban.

Driver Gojek kebanggan anak Bangsa

PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa yang didirikan oleh Nadiem Makarim pada tanggal 13 Oktober 2010 berpusatkan di Jakarta telah membuka cabang hingga 5 negara. Gojek aplikasi yang telah diunduh lebih dari 10 juta. Telah beroprasi di 50 kota di Indonesia. Pendapat Gojek sekarang sudah mencapai US$1,3 miliar (sekitar Rp17 triliun) pertahun menurut Wikipedia.com.

Fokus ke Aceh hampir sama dengan Grab, driver Gojek juga mengalami hal serupa pengurangan insentif datang lebih awal kepada mereka tepat nya di bulan January 2020 lalu. “dulu insentif Rp 80.000,00 dengan skema 20 point dalam penyelesaiannya.

Nah, sekarang sudah tidak ada lagi isentif ini dan tiada pengurangan pemotongan tetap sama 20%. Pendapatan para driver makin terjepit.

Amatan repoter Dialeksis.com yang sering mendapatkan informasi dari para driver Gojek, pihaknya juga perlakuan serupa layak nya driver Grab. Para driver ini merasakan pihak perusahaan tidak peduli akan kondisi mitranya dilapangan.

Salah seorang driver Gojek menjelaskan, Awal mereka bemitra dengan platform ini, keadaan mereka sedikit sejahtera. Hampir semua kebutuhan tercapai. Para driver merasakan ini merupakan pekerjaan yang menjanjikan . Namun keadaan itu kini sudah berubah.

“Sistem aplikasinya memaksa kami harus bekerja setiap hari. Bagaimana tidak, jika seminggu berlibur maka keesokan harinya kami akan sepi orderan hingga seminggu lebih. Belum lagi di tambah dengan sistem yang pilih kasih,” jelas driver ini.

“ Mereka yang sepi ya sepi, yang rame ya rame, tanpa tau sebabnya. Ditambah lagi pemutusan mitra atau suspensi yang kami rasa terkadang tak masuk akal. Kadang kami gak tau letak salahnya dimana? Beda sama Grab yang memang memutuskan dengan sebab yang jelas, kami merasa serba salah,” ujar diriver ojek ini.

“Awalmulanya kami sangat yakin dengan perusahaan ini dengan pendapatannya insentif yang didapat sesuai dengan kerja. Akan tetapi sekarang ditambah dengan corona, mau gak mau ya kami terpaksa mengerjakan nya,” jelasnya.

Para driver ini merasa terjebak oleh sistem Gojek. Ada diantara mereka yang sudah mencari pekerjaan lain. Ada yang berjualan. Namun ada yang tetap bertahan karena factor usia, mau cari pekerjaan lain susah.

Saat Pandemi

Para driver mengaku, perlengkapan kesehatan untuk mencengah Covid-19 ini hanya didapat dari pihak ke tiga, seperti dari aparat kepolisian atau dari dinas dinas, atau dari orang-orang dermawan di jalan.

Sejak PSBB diterapkan, para driver Ojol mengaku kurangnya bantuan dari pihak perusahaan. Kalau ada perusahaan yang melakukan pertemuan (kopi darat), itu hanya untuk kepentingan perusahaan. Para driver mengakui usulan mereka untuk kepentingan bersama tidak diakomodir.

Ketika bercerita dengan para driver ini di tempat tongkrongan mereka, para diriver ini juga menjelaskan dulu pernah ada HO-JAK. Namun hanya sebentar, kemudian muncul Kamiantaraja, itu juga tidak lama.

Padahal, sebut driver ini, jika anak Aceh mau mendirikan platform lokal, pihaknya akan antusias mensuport platform di daerah sendiri. Mereka masih punya harapan, agar di Aceh juga ada platform local.

Bagaimana tanggapan pihak manager Grab dan Gojek atas keluh kesah para driver? Dialeksis.com yang sudah berulang kali meminta konfirmasi, masih sangat sulit mendapatkan jawaban.

Iqbal Hanafiah manager Gojek yang sudah berulang kali dikonfirmasi enggan memberikan keterangan. Demikian dengan pihak Grab, manager Aceh Heri Hermansyah yang dihubungi via telpon tidak mau mengangkatnya, via WA juga tidak memberikan balasan.

Jawaban sekilas justru Dialeksis.com dapatkan dari Syukri, admin pengawas Grab Aceh. Menurutnya pihak perusahaan sudah berusaha untuk membantu. N amun jumlah driver Grab sudah merata disetiap sudut.

Ditambah minimnya jumlah pengunjung dari luar kota, mengakibatkan sedikitnya jumlah orderan di seputaran kota. Pihak Grab juga membantu dengan promo dan benefit lainnya, jelas Syukri.

Driver Grab dan Ojek menunggu kepastian, apakah ada perhatian dari perusahaan kepada mereka di saat negeri ini dilanda wabah, dimana sangat mempengaruhi pada kepulan asap di dapur. Untuk menghidupi keluarga para driver ini sudah sangat kewalahan.

Namun, walau tantangan hidup ini semakin berat, para pasukan “angin” ini terus bergerak menentang angin. Hembusan angin dan dinginnya malam yang menusuk tulang, tetap diarungi.

Mereka mengejar “angin” ketika sebagian manusia masih terlelap tidurnya. Mereka kembali ketika sebagain besar manusia sudah merebahkan diri ke peraduan. Mereka berlari diantara hembusan angin demi bertahap hidup. Sampai kapan para driver ini dihadapkan pada getirnya hidup? ( Umar Hakim/Red)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda