Ekspor Kopi dan Rempah Semakin Diminati Dunia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Para perempuan sedang memilah biji kopi. Nilai ekspor kopi dan rempah Provinsi Aceh untuk triwulan I (Januari sampai Maret) 2024 mencapai 46,875 juta dolar AS atau sekitar Rp789,587 miliar. [Foto: Bahtiar Gayo]
DIALEKSIS.COM | Feature - Bumi di ujung Pulau Andalas ini bagaikan surga. Jenis tanaman tertentu yang mengakar ke tanah dari negeri Serambi Mekkah ini terbaik di dunia. Cita rasanya khas, menyentuh di lidah.
Tidaklah berlebihan bila manusia dari berbagai penjuru dunia ingin mengecap hasil alam Aceh. Kopi dan rempah misalnya, hasil alam Aceh ini mengalami kenaikan peningkatan untuk diekspor. Nilai yang didapat juga tentunya sangat menggembirakan.
Nilai ekspor kopi dan rempah di ujung barat pulau Swarna Dwipa ini untuk triwulan I (Januari sampai Maret) 2024 mencapai 46,875 juta dolar AS atau sekitar Rp789,587 miliar. Sementara nilai ekspor periode yang sama tahun 2023 lalu hanya senilai 20,027 juta dolar AS atau sekitar Rp323,550 miliar.
Kenaikannya cukup menggembirakan, mencapai 134,05 persen. Menandakan permintaan kopi dan rempah dari luar negeri yang berasal dari Bumi Aceh cukup tinggi, karena kualitasnya bagus.
“Nilai ekspor kopi dan rempah Aceh, triwulan I 2024 meningkat cukup tinggi. Sejak Januari sampai Maret lalu. Harga di luar negeri, pada tahun ini juga sedang bagus,“ kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Ir Cut Huzaimah MP, dalam penjelasannya kepada media.
Angka kenaikan ini tentunya menggembirakan petani, karena akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Namun sebagian komoditas ekspor itu kini belum memasuki musim panen, seperti kopi misalnya, tetapi harganya dilapangan mengalami kenaikan.
Menurut Cut Huzaimah, harga kopi arabika Gayo di Aceh Tengah dalam kondisi gelondongan saat ini sudah mencapai Rp16.000 per bambu atau Rp160.000 per kaleng. Sebelumnya Rp 15.000 per bambu.
Sementara untuk kopi Gayo kondisi gabah, harganya juga sudah naik menjadi Rp44.000 perkilogram, sebelumnya Rp43.000 perkilo. Harga kopi ijo atau green been, tentunya lebih tinggi lagi, mencapai Rp90.000 perkilogram.
“Meski harganya tinggi, tapi menurut petani kopi di Aceh Tengah, saat ini belum masa panen raya,” tutur Cut Huzaimah.
Dijelaskan Kadis Pertanian dan Perkebunan ini, info tingginya nilai ekspor kopi dan rempah Aceh pada triwulan I 2024 ini, sudah diketahui dari data yang diterbitkan BPS Aceh.
Menurut data, naiknya nilai ekspor kopi pada triwulan I 2024, disebabkan harga kopi di daerah penghasil utamanya di Aceh Tengah dan Bener Meriah, mengalami peningkatan karena luas area tanaman kopi di Aceh, juga semakin bertambah.
Disebut Cut Huzaimah, menurut data tahun 2022 yang dimiliki Distanbun Aceh, kopi robusta seluas 21.746,91 hektar, dengan produktivitas 6.105,45 ton pertahun dan kopi arabika 92.276,10 hektar, dengan produksi 64.247,34 ton pertahun.
Bukan hanya kopi dan rempah yang mengalami kenaikan, komoditi lainya ekspor non migas juga mengalami kenaikan, seperti ikan dan udang. Sudah pasti kenaikan ini juga mengangkat nilai ekspor triwulan I 2024, mencapai 1,462 juta dolar Amerika.
Kenaikan ini sebesar 43,09 persen, bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya 1,022 juta dolar AS.
Demikian dengan produk nabati, untuk tahun ini, nilai ekspornya lumayan bagus sekitar 2,287 juta dolar AS, naik sebesar 98,63 persen, bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya senilai 1,2 juta dolar AS, jelas cut Huzaimah.
Wanita yang mendapatkan kepercayaan sebagai Kadis ini juga menyebutkan, ikan olahan nilai ekspornya juga tinggi mencapai sebesar 5,893 juta dolar AS, naik sebesar 48,32 persen, bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya senilai 3,973 juta dolar AS.
Namun ada juga komoditi lainnya yang keluar dari Bumi Aceh mengalami penurunan. Untuk komoditi bahan tambang, terutama batu bara nilai ekspornya triwulan I 2024, turun sebesar 44,01 persen dari 141,1 juta dolar AS menjadi 79,617 juta dolar AS. Berbagai produk kimia juga turun sebesar 14,98 persen, dan perabot rumah tangga juga turun sebesar 37,63 persen.
Kemana saja hasil alam Aceh yang menjadi incaran dunia ini dipasarkan? Menurut Cut Huzaimah, pada triwulan I 2024 baru ke tujuh negara yang menjadi sasaran beragam komoditi ekspor ini.
Tujuh negara itu; Jepang, Tiongkok, Thailand, India, Amerika Serikat, Kanada, dan Belgia. Dari ketujuh negara tersebut, sementara ini, yang paling besar pertumbuhannya ke Belgia sebesar 286,44 persen. Disusul Amerika Serikat 134,55 persen, selanjutnya Kanada sebesar 116,50 persen, dan Jepang sebesar 79,96 persen.
"Komoditi yang diekspor ke empat negara tersebut adalah kopi, rempah, ikan olahan, produk nabati, ikan dan udang, serta lainnya," jelasnya.
Bagaimana dengan pelabuhan yang tempat mengangkut hasil alam Aceh ini? Cut Huzaimah menjelaskan, berdasarkan data BPS, pelabuhan di Aceh mengantongi nilai mencapai 80,370 dolar AS. Sementara pelabuhan di Sumut senilai 60,893 juta dolar AS, DKI Jakarta senilai 139,219 dolar AS, serta beberapa pelabuhan lainnya.
Melihat perkembangan permintaan pasar dunia dengan beragam hasil alam Aceh yang terus meningkat, memberikan gambaran keadaan perekonomian masyarakat Aceh juga ke depannya akan membaik. Sejumlah komoditi ekspor ini harus terus ditingkatkan.
Tidak semua belahan dunia memiliki alam yang sesuai dengan jenis tanaman tertentu, namun bagi Aceh sejumlah tanaman itu sudah menjadi bukti, bahwa bumi laksana surga ini telah mengeluarkan kandungan zat yang ada dalam tanah untuk dinikmati manusia.
Hasil alam Aceh rempah dan kopi misalnya, sudah mendapat legitimasi dunia sebagai tanaman yang berkelas. Dicari dan diminati karena cita rasanya yang khas. [bg]