Beranda / Feature / Demi Bebas, Hukum Dibeli

Demi Bebas, Hukum Dibeli

Senin, 28 Oktober 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi hukum dapat dibeli. [Foto: Unsplash]

DIALEKSIS.COM | Feature - Punya uang dan kekuasan, hukum dapat dibeli. Jeratan yang melilitnya mampu dilepaskan, padahal dia digiring dengan dakwaan kasus pembunuhan. Dia dituntut hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hakim yang menyidangkan kasusnya tergiur dengan ikatan uang merah. Mereka menelan rupiah yang disodorkan. Bahkan mantan pejabat di MA ikut terlibat sebagai makelar untuk membebaskan terdakwa.

Hukum dapat dibeli oleh mereka yang punya uang dan kekuasan, nilainya bukan recehan mencapai Rp 6 miliar. Itulah gambaran yang menjadi topik pembahasan dalam pekan ini, menghiasi pemberitaan di Pertiwi. 

Namun langkah membersihkan diri untuk bebas dari jeratan hukum ini tersandung. Terdakwa walau sebelumnya sudah “dibebaskan” akhirnya ditangkap. Demikian dengan hakim yang menerima suap ikut menggunakan pakaian orange, termasuk mantan pejabat MA (Mahkamah Agung). 

Kisah Ronald Tannur, anak mantan politikus yang didakwa dengan kasus dugaan pembunuhan terhadap kekasihnya telah semakin mencoreng wajah hukum di negeri ini.

Dialeksis.com merangkum bagaimana permainan uang di lembaga tempat rakyat mencari keadilan dalam kasus dugaan pembunuhan ini terjadi. Pembahasan publik menjadi semakin menarik ketika majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera. 

Sidang putusan kasus tewasnya Dini Sera itu digelar di PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024). Majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur ini diketuai oleh Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo.

Majelis hakim menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan sebagaimana didakwakan oleh jaksa. Hakim membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan serta tuntutan hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan yang dituntut oleh jaksa.

Hakim menyatakan tidak melihat fakta sebagaimana diuraikan jaksa dalam dakwaan. Hakim meyakini Dini (korban) berada di luar alur kendaraan yang dikendarai Ronald Tannur. Hakim menyatakan tidak terdapat perbuatan dari Ronald Tannur yang diniatkan untuk membunuh atau merampas nyawa orang lain.

Vonis bebas itu langsung menuai protes dari keluarga Dini. Pihak keluarga melaporkan hakim ke Komisi Yudisial hingga Badan Pengawas MA. Kejaksaan juga melawan vonis itu dengan mengajukan kasasi ke MA.

Publikpun membahas tentang ponis bebas ini. Kasasi yang diajukan jaksa juga berproses di pengadilan hingga adanya sebuah keputusan. Seiring dengan berjalanya waktu, tiga hakim yang memberi vonis bebas itu ditangkap atas dugaan suap. 

Kejagung menduga tiga hakim tersebut menerima suap agar membebaskan Ronald Tannur. Penyidik Kejagung juga menyita Rp 20 miliar terkait dugaan suap dan gratifikasi tiga hakim PN Surabaya itu. Uang itu didapat dari penggeledahan di enam lokasi, dengan berbagai pecahan mata uang asing.

"Selain penangkapan, tim penyidik juga melakukan penggeledahan ada di beberapa tempat di beberapa titik terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi penyuapan dan/atau gratifikasi,” sebut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Rabu (23/10/2024).

Penangkapan itu sehubungan dengan perkara tindak pidana hukum yang telah diputus di Pengadilan Negeri Surabaya atas nama terdakwa Ronald Tannur," jelasnya.

Bukan hanya tiga hakim yang menyidangkan kasus ini yang ditangkap, namun penangkapan juga dilakukan terhadap Lisa Rahmat (LR) selaku pengacara Ronald Tannur yang diduga pemberi suap.

Tidak sampai hanya disitu, Kejagung kemudian melakukan pengembangan perkara dan mengamankan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar. 

Mantan pejabat MA itu ditangkap di Bali pada Kamis (24/10/2024). Zarof dibawa ke Jakarta untuk proses hukum lebih lanjut. Kejagung kemudian menetapkan Zarof sebagai tersangka dan pihak Kejagung melakukan penggeledahan.

Sebuah kejutan terjadi, saat pihak Kejagung melakukan penggeledahan, ada uang tunai Rp 920 miliar dalam pecahan mata uang asing yang ditemukan saat menggeledah kediaman Zarof. 

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penyidik menemukan uang tunai Rp 5.725.075.000 (Rp 5,7 miliar), 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat (AS), 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.

"Bila seluruhnya dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920.912.303.714 (Rp 920 miliar)," jelas Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jumat (25/10/2024).

Selain itu penyidik juga menyita emas yang seluruhnya memiliki berat 51 Kg dan nilainya setara Rp 75 miliar. Penyidik yang bertugas sampai kaget saat menemukan uang yang begitu banyak. Penyidik tidak menduga akan menemukan uang sebanyak itu.

Apa peranan Zarof?

Kasus dugaan pembunuhan Dini Sera telah menyeret Zarof. Dia bukan penasehat hukum terdakwa, juga bukan hakim yang menyidangkan perkara. Namun dia berperan sebagai makelar perkara Ronald Tannur dan diduga menerima fee Rp 1 miliar untuk mengurus perkara.

"LR (Lisa Rahmat) meminta ZR (Zarof Ricar) agar ZR mengupayakan hakim agung pada MA tetap menyatakan RT tidak bersalah dalam kasasinya," kata Qohar.

Qohar mengatakan pengacara Ronald Tannur menyiapkan Rp 5 miliar agar Ronald divonis tak bersalah. Uang itu ditujukan ke Hakim Agung yang mengadili Ronald Tannur di tingkat kasasi.

"LR sampaikan ke ZR akan siapkan dana Rp 5 M untuk hakim agung dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 M atas jasanya," jelas Qohar.

Sepandai-pandainya tupai melompat sesekali jatuh juga. Akhirnya tiga hakim, penasehat hukum terdakwa dan makelar kasus ini harus menginap di hotel prodeo karena perbuatanya melawan hukum.

Demikian dengan Ronald Tannur tidak lepas dari jeratan hukum walau dia sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak. Akhirnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap terdakwa Ronald Tannur, Minggu (27/10/2024) siang. 

"Ronald Tannur diamankan sekira pukul 14.40 di Perumahan Victoria Regency Surabaya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Minggu sore usai penangkapan terdakwa. 

Ronald Tannur telah dibawa ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim). Penangkapan Ronald Tannur merupakan tindak lanjut terhadap proses eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), jelas Harli.

Ronald Tannur divonis 5 Tahun

Setelah “nyaman” dengan vonis bebas dinyatakan tidak bersalah karena dia mampu “memanfaatkan uang dan jaringan”, akhirnya Ronald Tannur harus menerima kenyataan, dia dinyatakan bersalah dan mendapat hukuman 5 tahun penjara.

Gregorius Ronald Tannur kembali ditangkap oleh Kejati Jatim setelah vonis bebas dianulir Mahkamah Agung (MA). Ronald Tannur sebelumnya sempat divonis bebas oleh PN Surabaya atas kasus penganiayaan Dini Sera Afrianti.

Dikutip dari detikJatim, putra dari Edward Tannur, Eks Aggota DPR RI dari Fraksi PKB itu telah diamankan oleh tim dari korps Adhyaksa. Kasipenkum Kejati Jatim Windhu Sugiarta membenarkan berkaitan pengamanan Ronald Tannur tersebut.

"Tim telah melakukan eksekusi terpidana atas nama G Ronald Tanur," kata Windhu kepada detikJatim, Minggu (27/10/2024).

Mahkamah Agung menganulir vonis bebas Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara. Berdasarkan situs MA, vonis 5 tahun penjara ke Ronald Tannur dijatuhkan majelis Hakim Agung yang diketuai Soesilo dengan anggota Ainal Mardiah serta Sutarjo pada Selasa (22/10/2024).

Hakim menyatakan Ronald Tannur terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan Dini Sera tewas. MA juga menyebut kejaksaan dapat segera mengeksekusi Ronald Tannur.

Uang yang sudah disiapkan, hakim yang sudah termakan uang, makelar yang mengurus perkara ini dan penasehat hukum Ronald Tannur ahirnya semuanya masuk jeruji besi. 

Mereka ingin membebaskan Ronald Tannur dengan imbalan uang miliaran rupiah, akhirnya harus masuk hotel prodeo bersama terhukum Ronald Tannur.

Membeli hukum, mempergunakan kekuatan, bukanlah berita baru di Bumi Pertiwi. Namun walau memiliki kekuatan, dukungan harta untuk membeli hukum, jalannya tidaklah mulus. 

Contohnya Ronald Tannur, walau bertabur kekayaan dan memanfaatkan kekuatan untuk membeli hukum, namun akhirnya dia dan jaringaknya harus hidup di jeruji besi. [bg]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda