Rabu, 20 Agustus 2025
Beranda / Feature / Bur Kelieten “Berurai Air Mata” Siapa Peduli?

Bur Kelieten “Berurai Air Mata” Siapa Peduli?

Selasa, 19 Agustus 2025 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM| Feature- Aceh Tengah memiliki lagu hymne, lagu wajib untuk negeri beraroma kopi dalam pelukan gunung. Judulnya Tawar Sedenge. Lagu ini merupakan lagu wajib, dilantunkan pada upacara resmi, selain lagu Indonesia Raya.

Dalam bait lagu ini ada kalimat “Enti daten ko Bur Kelieten mongot pudederu, oya le rahmat ni Tuhen ken ko bewen mu (Jangan biarkan Gunung Kelieten menangis tersedu, itulah Rahmat Tuhan untuk kalianya semuanya).

Namun kini, Bur Kelieten dengan ketinggian 2.930 meter di atas permukaan laut (mdpl), dalam kondisi parah, hutanya sudah dibantai. Bait lagu tawar sedenge, sangat berharap Bur Kelieten dijaga, namun kini Bur Kelieten menangis tersedu, namun siapa peduli?

Hutan lindung itu sudah digunduli, puluhan hektar tidak ada lagi pohon yang berdiri tegak, satu persatu bergelimpangan ke bumi. Mahaga peduli, bersama pecinta alam mereka mengibarkan bendera raksasa di hutan yang digunduli ini sebagai bentuk perlawanan.

Bentuk protes dan sekaligus menunjukan rasa cinta NKRI, Mahagapa (Mahasiswa Pencinta Alam Gajah Putih), menggelar upacara skaral, mengibar bendera merah putih raksasa, detik detik memperingati HUT RI ke 80.

Untuk melakukan misinya sebagai bentuk protes karena hutan ini sudah digunduli, sekaligus memperingati detik detik kemerdekaan Pertiwi, Mahagapa membutuhkan waktu tiga hari dalam melaksanakanya. Satu hari mendaki, satu hari sesudahnya mempersiapkan lokasi pengibaran bendera, dan setelah bendera dikibarkan, mereka baru kembali menuruni gunung yang tinggi ini.

Pengibaran bendera raksasa berukuran 17x8 meter di kawasan Bur Kelieten, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah ini melibatkan ratusan mahasiswa dan pemuda dari berbagai komunitas pecinta alam Aceh, pemuda setempat dari lima desa.

Aksi yang berlangsung pada 15“17 Agustus 2025 yang digagas Mahagapa ini, bersama tokoh pemuda Desa Nosar dan lima desa sekitarnya, bukan hanya seremoni nasionalisme, tetapi juga protes keras terhadap maraknya penebangan liar di hutan lindung Bur Kelieten.

Menurut May Deni Syaputra alias Kapsel, Ketua Umum MAHAGAPA, pengibaran bendera di HUT RI ke 80 di Burkelieten, panggilan jiwa menjawab lirik lagu dari leluhur, lagu Tawar Sedenge.

“Ini bentuk pelestarian warisan leluhur yang juga tertuang dalam lirik lagu Tawar Sedenge. Sekaligus, protes kami kepada pelaku illegal logging. Kami mendesak pemerintah bertindak tegas menghentikan kerusakan hutan Bur Kelieten,” ujar Kapsel, dalam keteranganya, Senin (18/8/2025).

Ini merupakan simbol perlawanan ketika bendera dikibarkan, ini perlawanan perusakan alam. Bagi warga Nosar dan komunitas pecinta alam, hutan Bur Kelieten bukan sekadar kawasan hijau, melainkan bagian dari identitas budaya dan sumber kehidupan.

“Pengibaran bendera sebagai sumber perlawanan ini, menjadi bahan renungan, sekaligus ajakan, agar semua pihak tidak tinggal diam melihat kerusakan hutan yang terus berlangsung,” sebut Kaplsel.

Apalagi mereka yang sampai puncak Bur Kelieten, harus melalui perjuangan. menghabiskan waktu tiga hari. Mereka yang hadir ke Bur kelietan berasal dari berbagai penjuru negeri di Aceh, serta warga sekitar lima desa pemukiman Nosar, Bele Nosar, Mude Nosar, Bamil Nosar, Kejurun Syah Utama, dan Mengaya.

Mereka berpeluh keringat, menghadapi tantangan alam untuk mencapai puncak Bur Kelieten, namun ketiba sampai di punca, mereka kecewa, menangis. Bagaimana tidak, puncak tempat lokasi bendera yang akan dikibarkan, pepohonya sudah bergelimpangan, ditebangi.

Bur Kelieten, berurai air mata, dibiarkan hutanya menjadi sasaran illegal loging. Jeritanya telah mengusik kalbu, mengalun bersama lagu wajib Gayo, Tawar Sedenge. Enti Datenko Bur Kelieten, mongot pudederu.

Saat ini Bur Kelieten menangis tersedu, lirik lagu wajib Gayo yang dikumandangkan saat acara resmi, bagaikan tidak mengusik nurani mereka yang melantunkanya. Buktinya Bur Kelieten digunduli, mereka tidak Peduli. Menangislah Bur Kelieten.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI