Aceh International Orienteering: Simfoni Alam, Olahraga, dan Persahabatan Dunia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
Pembukaan Aceh International Orienteering di Kota Sabang. [Foto: RA]
DIALEKSIS.COM | Feature - Angin Sabang pagi itu mengalir sejuk, membawa aroma garam laut dan embusan semangat. Di Arena Sabang Fair, tabuhan rapai menggema, memecah keheningan pagi. Dentumannya terasa seperti seruan jiwa, memanggil para pelancong dan atlet dari seluruh penjuru dunia untuk berkumpul di sini, di ujung barat Nusantara, tempat di mana sejarah, alam, dan manusia bersatu dalam harmoni yang memesona.
Aceh International Orienteering (AIO) 2024, sebuah perlombaan olahraga lintas alam, bukan hanya ajang kompetisi. Ini adalah perayaan. Perayaan alam yang liar sekaligus indah. Perayaan persahabatan lintas benua. Perayaan bagaimana manusia, dengan segala keterbatasannya, berani menantang diri di tengah hutan, bukit, dan debur ombak.
Tabuhan rapai itu menjadi simbol pembuka acara. Dalam gemuruhnya terselip pesan persaudaraan. Pj Wali Kota Sabang, Andri Nourman, berdiri tegap, menyampaikan harapannya. Kata-katanya mengalir seperti doa, menghubungkan Aceh dengan dunia. Ia berbicara tentang keindahan Sabang yang tak tertandingi, tentang desa-desa wisata yang akan dilewati para peserta, dan tentang potensi besar yang dimiliki olahraga ini untuk membawa nama Aceh ke panggung internasional.
Dari sudut lain, Eggy Fegri Lindira Putri, Puteri Indonesia Aceh 2022, menerima selempang Duta Orienteering Aceh. Pesonanya bukan hanya dari raut wajahnya, tetapi dari tekadnya untuk memperkenalkan olahraga ini kepada masyarakat luas. Ia berdiri dengan anggun, simbol semangat baru bagi Aceh, mengajak dunia mengenal olah raga yang menuntut ketangkasan fisik dan kejeniusan pikiran.
Lomba di Atas Pesona Sabang
Sabang, dengan keindahannya yang telah diakui dunia, menjadi panggung sempurna untuk acara ini. Medan-medannya yang menantang, hutan lebat, bukit berbatu, pantai yang memesona, semua menjadi bagian dari perjalanan para atlet. Mereka, 150 orang dari delapan negara di tiga benua, datang dengan semangat yang berkobar.
Pagi Sabtu itu, Desa Anoi Itam menjadi saksi awal perjalanan mereka. Hujan rintik-rintik tidak menghalangi langkah mereka. Dengan peta di tangan dan kompas menggantung di leher, mereka memulai perlombaan. Sepanjang rute, mereka dihadapkan pada sebelas titik yang harus ditemukan, masing-masing menyimpan tantangan tersendiri.
Garis start Aceh Internasional Orientering 2024 di Desa Anoi Itam. [Foto: Panitia]Fico Azhari, sang penasihat perlombaan, menggambarkan rute ini sebagai simfoni tantangan. "Medannya variatif," katanya, "ada pantai, hutan, hingga ikon wisata seperti Benteng Jepang." Di tengah ketegangan kompetisi, para peserta disuguhkan pemandangan yang menakjubkan, laut biru yang tak bertepi, hijaunya pepohonan, dan senyum ramah penduduk desa.
Di kelas elite, persaingan begitu sengit. Andi Lalang, dengan kecepatan dan kecermatannya, merebut posisi pertama di kelas M21. Di sisi lain, Nur Heni dari Semarang menunjukkan ketangguhan perempuan Indonesia dengan menjadi yang terbaik di kelas W21.
Hari kedua perlombaan, Minggu, 8 September 2024, menjadi babak terakhir. Kategori Sprint Distance berlangsung di kawasan Tugu Merah Putih. Rute kali ini berbeda, kombinasi pemukiman dan jalanan kota, dengan tantangan yang tetap memacu adrenalin.
Di tengah terik matahari, para peserta terus berlari, memeriksa peta, mencari titik yang ditentukan. Peluh mengalir di wajah mereka, tetapi senyum tidak pernah hilang. Mereka tahu, ini bukan sekadar perlombaan. Ini adalah pengalaman, sebuah cerita untuk diceritakan kembali.
Antara Navigasi dan Filosofi Kehidupan
Orienteering bukan hanya sekadar siapa yang tercepat mencapai garis finis. Ini tentang strategi, tentang keberanian untuk melangkah ke yang tak dikenal, tentang mengandalkan naluri dan logika saat semua petunjuk tampak samar.
Abdul Mukti, Ketua Federasi Orienteering Nasional Indonesia (FONI) Aceh, mengingatkan para peserta bahwa "Orienteering bukan hanya tentang siapa yang sampai duluan, tapi bagaimana kita mengatasi tantangan di medan yang tak terduga." Kalimatnya bergema seperti nasihat seorang guru kepada muridnya, menyelipkan filosofi kehidupan di balik perlombaan.
Setiap langkah peserta adalah kisah. Di antara deburan ombak Pantai Anoi Itam dan rerimbunan hutan, mereka menghadapi dilema: harus memilih jalur yang terlihat mudah tetapi lebih jauh, atau menempuh rute langsung yang penuh tantangan. Di situ, mereka diuji bukan hanya fisiknya, tetapi juga keberanian untuk mengambil risiko.
Sport Tourism dan Harmoni Budaya
Bagi Aceh, AIO bukan hanya tentang olahraga. Ini adalah panggung untuk memperkenalkan pesona alam dan budaya mereka kepada dunia. Dengan rute yang melewati tujuh desa wisata, para peserta tidak hanya berlari dan bernavigasi. Mereka juga mencicipi kehidupan Aceh yang autentik, melihat anak-anak desa melambaikan tangan, mencium aroma rempah dari dapur tradisional, dan mendengar kisah-kisah tentang Sabang dari para tetua.
"Sabang adalah tempat di mana keindahan alam dan kehangatan budaya bertemu," ujar Andri Nourman. "Kami berharap para peserta dan pengunjung membawa pulang kenangan indah dan cerita yang tak terlupakan tentang Aceh."
Acara ini juga menjadi bagian dari Aceh Festival 2024, rangkaian besar yang menyemarakkan PON XXI. Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal, melalui Kabid Pemasaran T. Hendra Faisalmenekankan pentingnya AIO dalam mempromosikan Sabang sebagai destinasi unggulan.
"Event ini bukan hanya kompetisi, tapi peluang besar untuk meningkatkan pariwisata dan ekonomi lokal. Semoga para peserta nanti dapat mempromosikan pariwisata Aceh, khususnya Sabang yang sangat lengkap dengan keindahannya sudah diakui dunia ," ujarnya.
Para juara Aceh Internasional Orienteering melakukan sesi foto bersama. [Foto: acehglobalnews]Sabang di Mata Dunia
Dua hari berlalu, tetapi gema AIO 2024 akan tetap terasa. Para peserta, baik lokal maupun internasional, tidak hanya pulang dengan medali atau catatan waktu. Mereka membawa pulang kenangan tentang Aceh, tentang Sabang yang menawarkan tantangan sekaligus keindahan, tentang orang-orangnya yang ramah, dan tentang harmoni antara manusia dan alam.
AIO 2024 menjadi pembuka jalan. Sebuah harapan lahir dari sini, bahwa orienteering akan terus berkembang, bahwa Sabang akan semakin dikenal dunia, dan bahwa persahabatan lintas budaya akan terus terjalin.
Tabuhan rapai yang mengawali acara ini mungkin telah berhenti. Tetapi iramanya, seperti denyut nadi alam Sabang, akan terus terdengar, mengiringi langkah-langkah baru di masa depan. Aceh, dengan segala pesonanya, telah menyampaikan pesannya kepada dunia. Datanglah, temukan keindahan di balik tantangan, dan jadilah bagian dari kisah ini. [adv]