Senin, 10 Maret 2025
Beranda / Ekonomi / Wacana Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, Keuchik Lampulo Banda Aceh: Perlu Kajian Mendalam

Wacana Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, Keuchik Lampulo Banda Aceh: Perlu Kajian Mendalam

Minggu, 09 Maret 2025 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Keuchik Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Alta Zaini. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan rencananya untuk membentuk 70.000 Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia. Rencana ini disampaikan dalam rapat terbatas dengan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat, 7 Maret 2025. 

Pemerintah mengklaim butuh anggaran sekitar Rp 210 triliun hingga Rp 350 triliun untuk modal awal membangun Koperasi Desa Merah Putih di 70 ribu desa. Rencananya setiap desa akan diberikan modal awal Rp3 miliar sampai Rp5 miliar. 

Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu mengatasi permasalahan ekonomi di pedesaan.

Menanggapi hal itu, Keuchik Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Alta Zaini, memberikan pandangannya mengenai pentingnya melakukan kajian mendalam sebelum melaksanakan rencana tersebut. 

Ia menegaskan bahwa pembentukan Koperasi Merah Putih harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan kajian yang menyeluruh di seluruh desa di Indonesia.

"Para Menteri jangan asal-asalan (ABS) dalam mengambil keputusan. Rapat kabinet tertutup dengan Presiden disampaikan langsung ke publik, tanpa adanya kajian yang mendalam, justru bisa menambah ketidakpercayaan publik terhadap para Kepala Desa (Keuchik) yang seolah-olah akan mendapatkan kucuran dana besar, hingga miliaran rupiah," ujar Alta kepada Dialeksis, Minggu (9/3/2025). 

Dia juga menekankan bahwa, meskipun dana desa yang diterima setiap desa di Banda Aceh tidaklah sama besarannya ada yang mencapai satu miliar rupiah, ada juga yang hanya sekitar 600 juta pengelolaannya tetap mengikuti regulasi yang ketat. Penggunaan dana desa ini telah diatur dengan pos-pos tertentu, seperti untuk kesehatan, ketahanan pangan, pendidikan, dan lainnya. Setiap pengajuan dana dimulai dengan Musyawarah Gampong (Musgam), yang melibatkan perangkat desa, seperti Tuha Peut, Kepala Dusun, Imam, Ketua Pemuda, PKK, serta Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas.

Selain itu, kata dia, pengajuan anggaran dari pemerintah pusat pun melalui berbagai tahap evaluasi dan verifikasi, hingga akhirnya diteruskan ke Keuangan/BPKK. Penggunaan dana desa diawasi oleh masyarakat, Inspektorat, dan pihak berwenang lainnya. Di Banda Aceh, Keuchik hanya menerima gaji sebagai pendapatan utama dan tidak ada tambahan lain seperti yang ada di daerah lain, misalnya tanah bengkok.

Alta juga menjelaskan bahwa tuntutan terhadap masa jabatan Keuchik bukan semata-mata karena ketidakpuasan terhadap dana yang dikelola, tetapi lebih kepada harapan untuk mendapatkan kesetaraan dengan Kades di daerah lain. Meskipun sering dihujat di media sosial, Alta mengingatkan bahwa Keuchik/Kades di Aceh selalu berhadapan dengan tantangan besar dalam menjalankan tugasnya, baik dalam hal positif maupun negatif.

"Jadikan jabatan Keuchik sebagai hobi, karena ini adalah tugas mulia yang harus dijalani dengan ikhlas, meskipun sering kali tidak mudah dan banyak tantangan. Tugas ini harus dijalani dengan penuh semangat dan rasa tanggung jawab," tegas Alta. Ia juga menambahkan, "Sisa hidup saya akan saya dedikasikan untuk kepentingan orang banyak."

Ia berharap agar rencana pembentukan Koperasi Merah Putih dapat dilaksanakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan, untuk memastikan manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa menambah beban atau ketidakpercayaan terhadap para pemimpin desa.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
ultah dialektis
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan
pers