Jum`at, 08 Agustus 2025
Beranda / Ekonomi / Tepis Kritik Ekonom, Kemenperin: Pertumbuhan Manufaktur Sesuai Indikator Resmi, Bukan PMI Global

Tepis Kritik Ekonom, Kemenperin: Pertumbuhan Manufaktur Sesuai Indikator Resmi, Bukan PMI Global

Kamis, 07 Agustus 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief. [Foto: dok. Kemenperin]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons kritik sejumlah ekonom terkait ketidaksesuaian antara data pertumbuhan industri yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur versi S&P Global. 

Kemenperin menegaskan bahwa data BPS sudah akurat dan selaras dengan indikator lain yang lebih representatif untuk kondisi industri dalam negeri.

"Angka pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri manufaktur yang dirilis oleh BPS sudah akurat. Hal ini tervalidasi melalui hasil IKI Kemenperin dan PMI BI yang menunjukkan manufaktur Indonesia tetap ekspansif sepanjang kuartal II 2025," tegas Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, Kamis (7/8/2025).

Febri menekankan bahwa dalam menyusun kebijakan, Kemenperin tidak mengacu pada PMI manufaktur versi S&P Global, yang hanya melibatkan sekitar 500 responden. Sebaliknya, pihaknya lebih mengandalkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Prompt Manufacturing Index dari Bank Indonesia (PMI BI).

"Jumlah responden IKI rata-rata mencapai 3.100 perusahaan setiap bulan. IKI juga memberikan data detail per subsektor, sehingga jauh lebih akurat untuk menyusun kebijakan," jelas Febri.

Sebelumnya, data BPS mencatat pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan II 2025 sebesar 5,60% (year-on-year), melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di angka 5,12%. Tak hanya itu, kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga naik dari 16,72% menjadi 16,92% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kemenperin menyebutkan, capaian tersebut tak lepas dari ekspansi industri yang masif. Sepanjang semester I 2025, sebanyak 1.641 perusahaan melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun.

"Dampaknya langsung terasa. Penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan mencapai 303 ribu orang. Ini jauh lebih besar dibanding angka PHK yang sempat ramai diberitakan," tutur Febri.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kebijakan pro-industri demi mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi ke depan.

"Dengan kebijakan yang belum sepenuhnya pro-industri saja pertumbuhan kita sudah 5,60%. Bayangkan jika ada kebijakan yang benar-benar berpihak pada industri dalam negeri. Pertumbuhannya bisa lebih tinggi lagi," kata Febri.

Beberapa kebijakan strategis yang dinilai penting untuk mendukung pertumbuhan manufaktur antara lain: pengendalian impor produk jadi, pengalihan pelabuhan masuk impor ke wilayah timur Indonesia, kemudahan pasokan bahan baku seperti gas, serta pembatasan kuota produk Kawasan Berikat yang masuk ke pasar domestik.

Kemenperin juga menegaskan bahwa indikator IKI lebih mampu menangkap realita industri nasional, karena tidak hanya melihat kondisi makro, tapi juga memperhitungkan produksi, permintaan (domestik dan ekspor), utilisasi kapasitas, dan ekspektasi pelaku industri.

"IKI dihimpun langsung dari pelaku industri di 23 subsektor dan dianalisis oleh ahli statistik dari IPB serta divalidasi oleh ekonom dari UI. Jadi, kami percaya diri menyebut bahwa indikator kami lebih representatif dan relevan untuk kepentingan nasional," pungkas Febri. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI