DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengusaha muda sekaligus eksportir, Syahril Ramadhan, menyerukan agar Gubernur Aceh membuka mata dan menyadari potensi besar para tokoh muda enterprenuer yang telah muncul di tanah air.
Syahril menegaskan bahwa banyak pemuda Aceh yang telah berkiprah di tingkat nasional bahkan internasional dan seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi di Aceh.
“Gubernur Aceh perlu membuka matanya. Banyak tokoh muda enterprenuer di Aceh yang telah sukses berkarir di tingkat nasional dan bahkan luar negeri. Mereka memiliki potensi luar biasa yang dapat menggerakkan roda ekonomi daerah,” ujar Syahril saat dihubungi Dialeksis, Senin (10/03/2025).
Menurutnya, Pemerintah Aceh seharusnya menjadikan para pemuda hebat sebagai sumber daya utama untuk memperbaiki tata kelola ekonomi. Ia menyarankan agar lembaga-lembaga strategis seperti PT. PEMA beserta entitas anaknya, Bank Aceh Syariah (BAS), BPKS, dan BPMA dapat dijadikan wadah yang lebih responsif terhadap dinamika ekonomi lokal.
“Pemerintah Aceh harus bisa mengelola talenta muda sebagai entitas bisnis dan kelembagaan yang mampu membuat regulasi dan kebijakan guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Untuk PEMA, holding company daerah, Syahril mengusulkan agar Dirut PEMA membentuk anak perusahaan yang mengedepankan core bisnis berdasarkan sumber daya alam (SDA) Aceh.
“Tak perlu PEMA mengelola semuanya sendiri. Belajarlah dari banyak Soverign Wealth Funds di dunia, yang tidak melulu menginvestasikan kekayaan sebagai unit bisnis internal, melainkan juga sebagai investor untuk pengusaha lokal,” terangnya.
Selain itu, Syahril menekankan pentingnya membangun hubungan emosional dengan calon milyarder muda di Aceh. Menurutnya, hal ini sangat krusial agar mereka mau menyumbangkan ide dan pikiran demi kemajuan daerah.
“Keberhasilan putra Aceh di tingkat internasional adalah pukulan besar sekaligus peluang emas. Pemerintah Aceh harus mampu merekrut pemuda-pemuda hebat untuk menjadi kekuatan perubahan, bukan membiarkan talenta muda berjuang sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, terkait BAS, entitas keuangan milik Pemerintah Aceh, ia mengharapkan agar lembaga tersebut membuka inklusifitas pembiayaan, khususnya untuk sektor UMKM dan pengusaha lokal.
“BAS harus mampu menyatukan UMKM dan pengusaha lokal melalui wadah organisasi seperti asosiasi dan himpunan. Pertemuan rutin dan kolaborasi bisnis antara UMKM serta pengusaha lokal sangat diperlukan untuk menemukan titik temu agar komoditas Aceh semakin kuat secara finansial,” jelas Syahril.
Syahril juga mengingatkan bahwa pencarian investor bukanlah solusi instan.
“Belajar dari pengalaman, mencari investor bukanlah quick solution dalam membangun Aceh. Kita lihat banyak MoU dan LoI dari calon investor dunia, dari masa Irwandi Yusuf sampai Bustami Hamzah, namun semuanya berakhir nihil karena karakter dan sejarah konflik yang menyisakan tantangan tersendiri,” terang beliau.
Ia menutup dengan harapan agar Pemerintah Aceh, khususnya di bawah kepemimpinan Gubernur Mualem, dapat lebih terbuka dalam mendata dan memetakan potensi UMKM dan pengusaha lokal termasuk eksportir sebagai tonggak pembangunan ekonomi.
“Infrastruktur, suprastruktur, pemberian insentif keuangan, dan akses pembiayaan yang inklusif adalah kunci agar para pelaku usaha yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun bisa mengembangkan diri dan turut berpartisipasi dalam penyediaan lapangan kerja,” pungkas Syahril.