Senin, 31 Maret 2025
Beranda / Ekonomi / Stafsus Rian Syaf Soroti Prioritas Ekonomi Kreatif di Aceh: Pemerintah Daerah Harus Jadi Pelopor

Stafsus Rian Syaf Soroti Prioritas Ekonomi Kreatif di Aceh: Pemerintah Daerah Harus Jadi Pelopor

Selasa, 25 Maret 2025 01:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Rian Syaf saat menjelaskan materi Peluang dan Tantangan Ekonomi Kreatif di Aceh bersama RTA. [Foto: doc Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengurus Besar Rabithah Thaliban Aceh (PB RTA) menggelar diskusi bertajuk “Peluang dan Tantangan Ekonomi Kreatif di Aceh” di kantor pusat organisasi pada Senin, 24 Maret 2024, pukul 16.30 WIB. Acara yang digelar di bulan Ramadan 1446 Hijriah ini menghadirkan dua narasumber kunci: Rian Firmansyah (Staf Khusus Kementerian Ekonomi Kreatif) serta Azhari Meugit, penggiat film Aceh. Diskusi dipandu langsung oleh Rais ‘Am PB RTA, Tgk Miswar Ibrahim Njong, MAg, dan menyedot perhatian publik serta pelaku industri kreatif setempat.

Dalam paparannya, Rian Firmansyah yang akrab disapa Rian Syaf menyampaikan optimisme besar terhadap potensi Aceh dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Ia menekankan, kehadiran Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, sebagai putra asli Aceh, harus menjadi momentum untuk meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Aceh sebelumnya tidak masuk prioritas nasional, tetapi berkat perjuangan Pak Menteri, kini sejajar dengan Papua dan Maluku sebagai fokus pengembangan,” ujarnya.

Rian juga mengungkapkan alasan ekonomi kreatif menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto, termasuk pencantuman istilah “industri kreatif” dan “ekonomi kreatif” sebanyak 10 kali dalam dokumen visi-misi ASTA CITA.

“Presiden melihat potensi lapangan kerja dan pendapatan negara yang masif dari sektor ini, selaras dengan ekonomi hijau, biru, dan ketahanan pangan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rian menegaskan bahwa kunci sukses ekonomi kreatif terletak pada inisiatif daerah, bukan hanya pemerintah pusat.

“Paradigma harus diubah: daerahlah yang menjadi ujung tombak, merancang roadmap berdasarkan kekuatan lokal,” tegasnya.

Ia mendorong Aceh segera membentuk Dinas Ekonomi Kreatif dan menyusun cetak biru pengembangan 17 subsektor, mulai dari kuliner, kriya, fesyen, hingga aplikasi digital.

Sejumlah peserta menyambut positif rekomendasi Rian. Nainunis atau Naynbc, Komunitas Breakdance di Aceh, menyatakan, “Pembentukan dinas khusus akan memudahkan koordinasi dan akses pendanaan.” Sementara Azhari Meugit menambahkan, “Film dan konten kreatif bisa menjadi medium promosi budaya Aceh sekaligus sumber ekonomi.”

Tgk Miswar selaku moderator menutup diskusi dengan menekankan pentingnya sinergi ulama, pemerintah, dan generasi muda. “Ekonomi kreatif harus selaras dengan nilai Islam dan kearifan lokal agar berkelanjutan,” ujarnya.

Diskusi ini menurut moderator sebelum ditutup menyampaikan menandai keseriusan pekerja ekonomi kreatif di Aceh merespons visi nasional ekonomi kreatif. Dengan modal SDM, budaya, dan dukungan politik, Aceh berpeluang menjadi contoh integrasi ekonomi kreatif berbasis syariah di Indonesia. Tantangannya terletak pada konsistensi eksekusi dan mitigasi potensi gesekan antara inovasi kreatif dengan norma sosial-keagamaan.

“Acara diakhiri dengan komitmen PB RTA untuk mendorong percepatan regulasi pendukung di tingkat provinsi,” tutup ulama muda ini.[arn]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI