Minggu, 10 Agustus 2025
Beranda / Ekonomi / Prof Agussabti Dorong Pengembangan Kacang Koro Pedang Solusi Atasi Kedelai Impor di Aceh

Prof Agussabti Dorong Pengembangan Kacang Koro Pedang Solusi Atasi Kedelai Impor di Aceh

Minggu, 10 Agustus 2025 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Guru besar Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si, meninjau langsung lahan budidaya kacang koro yang dikelola Rumoh Pangan Aceh, di Gampong Angan, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Sabtu, 9 Agustus 2025. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Aceh Besar - Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si, mendorong pengembangan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai komoditas unggulan baru di Aceh. 

Dorongan ini ia sampaikan saat meninjau langsung lahan budidaya kacang koro yang dikelola petani mitra Rumoh Pangan Aceh, di Gampong Lampeudaya , Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Sabtu, 9 Agustus 2025.

“Kacang koro pedang ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Aceh. Tanaman ini mudah dibudidayakan, produktif, dan bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan kita pada kedelai impor,” ujar Prof. Agussabti kepada media dialeksis.com. 

Guru Besar Ilmu Pertanian ini menjelaskan, selama ini produksi kedelai lokal belum mampu memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe di Aceh. 

Akibatnya, sebagian besar kedelai harus didatangkan dari luar negeri. Menurutnya, kacang koro pedang bisa menjadi alternatif strategis, bukan hanya karena kandungan proteinnya yang tinggi, tetapi juga karena ketahanannya terhadap kondisi lingkungan tropis di Aceh.

“Koro pedang dikenal sebagai tanaman semak yang adaptif dan bisa tumbuh di lahan merginal. Petani kita akan diuntungkan karena perawatannya sederhana, hasilnya melimpah, dan pasar untuk olahan berbasis protein nabati terus berkembang,” katanya.

Prof. Agussabti optimistis, jika gerakan pengembangan koro pedang dilakukan secara massif, Aceh tidak hanya akan mandiri dalam pasokan bahan baku tahu-tempe, tetapi juga berpeluang menjadi pemasok ke provinsi lain. 

“Kita harus mulai melihat potensi pertanian bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan lokal, tapi juga untuk memperkuat ekonomi daerah melalui ekspor antardaerah,” tegasnya.

Ia pun mengajak semua pihak mulai dari pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, hingga petani untuk bersama-sama membangun rantai pasok kacang koro pedang di Aceh. 

“Dengan dukungan teknologi, riset, dan akses pasar, koro pedang bisa menjadi salah satu komoditas strategis Aceh ke depan,” ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Rumoh Pangan Aceh, Rivan Rinaldi, menambahkan bahwa budidaya koro pedang yang mereka jalankan bertujuan untuk membangun kemandirian pangan berbasis bahan baku lokal. 

"Selama ini, tahu dan tempe di Aceh nyaris seluruhnya menggunakan kedelai impor. Padahal, kita punya peluang besar untuk menggantinya dengan koro pedang, yang produksinya lebih tinggi dan lebih murah,” ujarnya.

Berdasarkan data Rumoh Pangan Aceh, produktivitas kacang koro pedang bisa mencapai 5 hingga 12 ton per hektare angka yang jauh melampaui kedelai, kacang hijau, bahkan kacang tanah. 

Keunggulan lainnya, tanaman ini bisa dibudidayakan dengan sistem tumpangsari bersama jagung, ubi kayu, atau kopi, sehingga petani tetap mendapatkan hasil dari beberapa komoditas sekaligus.

Rivan menuturkan, pihaknya sudah mulai melakukan pelatihan kepada kelompok tani di Aceh Besar, Banda Aceh, dan Aceh Selatan untuk mengenalkan teknik budidaya dan pengolahan koro pedang. 

“Selain untuk bahan baku tempe dan tahu, koro pedang juga punya peluang di industri pangan modern, seperti produk camilan, tepung, kue kering, kecap dan olahan makanan sehat,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI