Beranda / Ekonomi / Pilkada Aceh 2024, Tantangan Investasi dan Pertarungan Gagasan Ekonomi Bustami vs Mualem

Pilkada Aceh 2024, Tantangan Investasi dan Pertarungan Gagasan Ekonomi Bustami vs Mualem

Rabu, 18 September 2024 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Forum Bersama Intelektual Aceh (Forbina), Muhammad Nur, S.H. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pilkada Aceh semakin mendekati hari penentuan, dan suasana politik semakin memanas. Dua kandidat utama yang mencuat dalam kontestasi politik ini adalah Mualem dan Bustami Hamzah. 

Keduanya datang dari latar belakang yang berbeda, baik dalam pengalaman maupun pendekatan terhadap pembangunan ekonomi Aceh. Namun satu hal yang jelas, keduanya akan bertarung tidak hanya di panggung politik, tetapi juga dalam pertarungan ekonomi.

Dalam pandangan Direktur Eksekutif Forum Bersama Intelektual Aceh (Forbina), Muhammad Nur, S.H., pertarungan ini adalah representasi dari dua kutub ekonomi yang saling berseberangan. 

"Bustami Hamzah, dengan dukungan kuat dari sektor sawit dan investasi besar di bidang perkebunan, mencerminkan kekuatan ekonomi lama yang selama ini menjadi tumpuan pembangunan Aceh," ungkap Muhammad Nur. 

Di sisi lain, Mualem datang dengan tantangan berat untuk menawarkan alternatif baru, terutama bagi masyarakat yang tidak tersentuh langsung oleh sektor sawit.

Kubu Bustami dikenal sebagai perwakilan dari elite ekonomi yang telah lama mengakar di Aceh, terutama di sektor perkebunan sawit. 

Menurut Muhammad Nur, keberhasilan Bustami dalam mengelola investasi di bidang sawit telah memberikan keuntungan besar bagi kelompok pendukungnya.

 “Orang-orang di sekitar Bustami banyak yang terlibat dalam sektor sawit, yang secara ekonomi lebih mapan,” kata Muhammad Nur. 

Hal ini menjadikan Bustami sebagai kandidat yang tangguh dalam hal sumber daya finansial.

“Bustami dan timnya jelas memiliki keunggulan dalam hal kekuatan finansial, terutama untuk mendukung kampanye mereka. Dengan basis ekonomi yang kuat, mereka bisa memberikan pengaruh besar dalam pilkada nanti," tambahnya.

Namun, Muhammad Nur juga memberikan catatan penting, bahwa dominasi ekonomi yang dimiliki oleh Bustami tidak serta merta menjamin dukungan penuh dari masyarakat. 

“Masyarakat Aceh ingin lebih dari sekedar janji ekonomi. Mereka ingin melihat perubahan nyata, terutama di bidang investasi yang berdampak langsung pada kesejahteraan mereka.”

Di sisi lain, Mualem menghadapi tantangan besar dalam upayanya memperkuat basis ekonomi yang dapat bersaing dengan Bustami. 

Salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana menarik investasi di sektor-sektor yang belum terjamah seperti konservasi hutan dan satwa, sumber daya air, serta energi.

“Posisi Mualem saat ini masih mirip dengan gaya lama, yang perlu segera diubah. Kita tidak bisa terus mengandalkan pendekatan tradisional dalam menghadapi perubahan zaman,” jelas Muhammad Nur. 

Mualem perlu menawarkan solusi yang konkret dan jangka panjang, terutama di bidang investasi yang berbasis kelestarian lingkungan.

Menurut Muhammad Nur, investasi di sektor konservasi satwa dan hutan bisa menjadi salah satu kekuatan yang ditawarkan oleh Mualem. 

“Aceh memiliki hutan dan satwa lindung yang harus dilindungi. Ini bisa menjadi peluang investasi jangka panjang yang menghasilkan pendapatan bagi kabupaten yang memiliki satwa-satwa kunci,” ungkapnya. 

Selain itu, sumber daya air juga harus dimanfaatkan secara bijak, tidak hanya untuk kebutuhan energi tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.

Muhammad Nur menambahkan bahwa pendekatan Mualem harus mencakup kolaborasi yang lebih kuat dengan pemerintah pusat dan mitra-mitra internasional. 

“Untuk membangun investasi yang berkelanjutan, komunikasi dengan pemerintah pusat dan mitra internasional sangat penting. Jika tidak, kita akan terus menghadapi rintangan yang sama dalam menarik investor," ujarnya.

Selain fokus pada investasi, Muhammad Nur juga memberikan catatan penting tentang dinamika internal Partai Aceh (PA) yang dipimpin oleh Mualem. 

Menurutnya, komitmen Mualem untuk menjaga kesatuan di dalam partai sangat krusial untuk memastikan kelancaran pemerintahan jika terpilih.

“Fungsi DEPAD (Dewan Pimpinan Aceh) sebagai ‘war group’ harus terjaga dengan baik. Harmonisasi di dalam partai adalah kunci keberhasilan,” ungkap Muhammad Nur.

 Ia menekankan bahwa kerjasama yang solid antara Mualem dan wakilnya sangat penting. “Jangan sampai nanti terjadi kudeta politik seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Semua keputusan harus didiskusikan dengan wakil dan tim.”

Muhammad Nur juga menyoroti perlunya reformasi dalam manajemen sumber daya di internal PA. 

“Jangan sampai semua jabatan dan keuntungan hanya dikuasai oleh satu orang. PA harus belajar untuk berbagi peran dan sumber daya, sehingga kekompakan di dalam partai bisa terjaga.”

Menurut Muhammad Nur, kedua calon harus menyadari bahwa masa depan Aceh tidak bisa lagi sepenuhnya bergantung pada bantuan pemerintah pusat. 

Aceh perlu menciptakan peluang investasi baru yang mampu memberdayakan masyarakat lokal, terutama dalam sektor-sektor berbasis alam dan lingkungan.

“PA bersama masyarakat harus bisa merebut kembali peluang-peluang ekonomi yang ada di Aceh. Kita punya lahan, tetapi kurang modal. Di sinilah pentingnya menghadirkan investor yang punya komitmen jangka panjang,” ujar Muhammad Nur.

Ia menambahkan bahwa Aceh memiliki potensi besar di berbagai sektor, termasuk pertanian, pariwisata, minyak dan gas, serta energi terbarukan. 

"Ini harus menjadi fokus pembangunan Aceh ke depan. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) dan bantuan pusat. Harus ada upaya nyata untuk menarik investasi di berbagai sektor," ujarnya.

Pilkada Aceh 2024 ini bukan hanya tentang persaingan politik antara Mualem dan Bustami, tetapi juga pertarungan antara dua visi ekonomi yang berbeda. 

Bustami dengan kekuatan ekonominya yang sudah mapan di sektor sawit, dan Mualem dengan tantangan besar untuk menawarkan model ekonomi baru yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat.

“Ini bukan sekedar pertarungan antara orang kaya dan orang miskin, tapi lebih kepada siapa yang mampu membawa perubahan nyata bagi Aceh,” tutup Muhammad Nur.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda