Pengelola KFC Indonesia Ungkap Penyebab Tekor Rp152 M
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi griya KFC. Foto: AP Photo/Mark Lennihan
DIALEKSIS.COM | Nasional - Emiten pengelola restoran cepat saji KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), mengalami kerugian bersih senilai Rp 152,41 miliar hingga kuartal III tahun ini. Angka itu membengkak 815,69% dibandingkan tahun sebelumnya di angka Rp 17,16 miliar.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga September 2023, pendapatan FAST naik sebesar 7,04% secara tahunan menjadi Rp 4,61 triliun. Peningkatan pendapatan tersebut dikontribusi oleh segmen makanan dan minuman yang naik 7,39% menjadi Rp 4,6 triliun.
Sementara, beban pokok penjualan sebesar Rp 1,72 triliun atau naik 6,38% secara tahunan. Sehingga, FAST masih membukukan pertumbuhan laba kotor sebesar 7,43% secara tahunan menjadi Rp 2,89 triliun.
Namun, beban penjualan dan distribusi yang naik dari sebelumnya Rp2,2 triliun menjadi Rp2,45 triliun. Kemudian beban umum dan administrasi naik 19,96% secara tahunan menjadi Rp 631,17 miliar.
Sehingga hal itu membuat FAST mencatat rugi usaha sebesar Rp 146,62 miliar hingga kuartal III tahun ini dari sebelumnya mencetak laba yang sebesar Rp20,48 miliar.
Adapun total aset sebesar Rp3,77 triliun hingga kuartal III atau turun 1,21% year-to-date (ytd). Adapun liabilitas meningkat 3,98% ytd menjadi Rp 2,87 triliun, sementara ekuitas mencapai Rp 904,88 miliar atau terkoreksi 14,72% ytd.
Penyebab KFC Indonesia Boncos Besar
Manajemen menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan operasional perseroan tergerus. Antara lain, kenaikan harga beberapa bahan baku akibat inflasi dan tambahan biaya material handling sebagai dampak kenaikan upah minimum dan kenaikan harga BBM.
"Tidak semua kenaikan harga bahan baku utama yaitu ayam bisa ditutupi dengan kenaikan harga jual menu yang akhirnya akan berdampak pada penurunan transaksi," ungkap manajemen, Selasa (21/11) pekan ini.
Selain itu, ada persaingan ketat dengan QSR terkenal lainnya yang sama-sama memanfaatkan kondisi pasca pandemi.
Kenaikan upah minimum secara nasional juga tidak bisa ditutupi dengan penyesuaian harga menu yang minimal. Terakhir, kenaikan kurs yang mengakibatkan kenaikan harga bahan baku impor. [cnbcindonesia.com]