Beranda / Ekonomi / Misbakhun: Defisit APBN 2025 Akan Diawasi Sesuai UU

Misbakhun: Defisit APBN 2025 Akan Diawasi Sesuai UU

Kamis, 13 Juni 2024 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Foto: doc DPR


DIALEKSIS.COM | Nasional - Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa pengawasan terhadap penetapan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara.

"UU Keuangan Negara dalam penjelasan Pasal 12 ayat 3 menyebutkan batas maksimal defisit anggaran adalah 3 persen dari PDB, dengan pinjaman dibatasi maksimal 60 persen dari PDB," ujar Misbakhun di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 13 Mei 2024.

Rancangan awal defisit APBN 2025 sebesar 2,45-2,82 persen, lebih tinggi dari target APBN 2024 sebesar 2,29 persen. Meski berpotensi ada APBN Perubahan (APBNP) karena anggaran 2025 akan dilaksanakan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Misbakhun yakin pemerintahan mendatang akan tetap mematuhi ketentuan defisit UU.

"Saya yakin Pak Prabowo adalah presiden yang taat kepada UU, sesuai sumpahnya," katanya.

Misbakhun menekankan bahwa angka defisit bukan satu-satunya indikator APBN yang baik. Ia mencontohkan Amerika Serikat yang memiliki angka defisit lebih tinggi namun peringkat utangnya lebih baik.

Politikus Golkar ini juga menanggapi kekhawatiran Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang kemungkinan membengkaknya APBN 2025. "Bu Sri Mulyani boleh berpendapat selama masih menjabat. Namun, Pak Prabowo pasti punya kebijakan sendiri tentang APBN sesuai visi misinya," ujarnya.

Misbakhun memastikan, jika terjadi APBNP, Prabowo akan memasukkan program-program prioritasnya. Ia juga meminta agar defisit APBN 2025 tidak memengaruhi penilaian investor terhadap peringkat utang Indonesia.

"Indonesia tidak pernah menunda pembayaran utang. Dengan rating BBB, Indonesia setara AS yang AAA dalam hal ketepatan pembayaran," tegasnya.

Sebelumnya, Morgan Stanley menurunkan peringkat investasi pasar modal Indonesia menjadi "underweight" karena pelemahan rupiah dan beban fiskal yang menantang jelang pelantikan Prabowo. Morgan Stanley juga menyoroti program kerja Prabowo yang berpotensi menimbulkan "beban fiskal yang besar."

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda