DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) kembali mengeluarkan catatan kritis terkait kondisi terkini penyelenggaraan pemerintahan Aceh, khususnya dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025.
Koordinator MaTA, Alfian, menilai rendahnya serapan anggaran hingga saat ini telah membawa dampak buruk terhadap perekonomian Aceh.
Menurutnya, APBA masih menjadi tumpuan utama roda ekonomi daerah, sehingga keterlambatan dalam penyerapan anggaran langsung berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat.
“Ketergantungan perekonomian Aceh terhadap APBA sangat besar. Sejak 2008, ketika dana otonomi khusus mulai berlaku, pola ini terus berulang. Artinya, ketika APBA seret, ekonomi rakyat pun ikut terpuruk,” ujar Alfian kepada dialeksis.com, Rabu (27/8/2025).
Lebih jauh, MaTA juga melihat lambatnya realisasi APBA yang kali ini diperparah oleh isu mutasi besar-besaran di tubuh Pemerintah Aceh.
Menurut Alfian, kabar rotasi pejabat di level eselon II, III, dan IV yang terus beredar telah menimbulkan kegelisahan dan menurunkan semangat kerja para pejabat saat ini.
“Psikologis birokrat menjadi terganggu. Mereka tidak lagi fokus pada kinerja, tetapi justru cemas menunggu keputusan apakah akan dimutasi atau tidak. Situasi ini jelas memperlambat jalannya roda pemerintahan dan membuat tanggung jawab pejabat tidak berjalan secara ideal,” tegasnya.
MaTA meminta Gubernur Aceh segera bersikap tegas untuk menjawab isu tersebut. “Kepastian dari gubernur menjadi kunci. Kalau memang ada mutasi, sampaikan dengan jelas. Kalau tidak ada, tegaskan. Kepemimpinan yang ragu-ragu hanya akan melahirkan birokrasi yang tidak efektif dan jauh dari harapan rakyat,” tambah Alfian.
Catatan lain yang disampaikan MaTA adalah soal implikasi lemahnya realisasi anggaran terhadap perjuangan Aceh memperjuangkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) jangka panjang.
Saat ini, Aceh sedang mengupayakan agar alokasi 2,5% dari Dana Alokasi Umum (DAU) diberikan secara permanen, bukan lagi terbatas pada jangka waktu tertentu.
Namun, Alfian menegaskan bahwa perjuangan ini bisa dipertanyakan jika Aceh tidak mampu membuktikan kapasitasnya dalam mengelola APBA yang ada.
“Kalau 1% saja tidak sanggup dihabiskan, bagaimana kita mau meyakinkan pusat untuk memberikan 2,5% selamanya bagi Aceh? Ini catatan serius. Jangan sampai kelemahan kita hari ini menjadi alasan bagi pemerintah pusat untuk meragukan kebutuhan Aceh,” ujarnya.
MaTA mendesak Pemerintah Aceh agar segera memacu realisasi anggaran yang tersisa waktu pelaksanaannya.
“Ini bukan hanya soal administrasi keuangan. Ini soal nasib rakyat Aceh yang bertumpu pada APBA. Keterlambatan realisasi berarti perlambatan pembangunan dan layanan publik,” pungkas Alfian. [nh]