Mahendra Siregar: Digitalisasi Pembiayaan Kunci Majukan Pertanian Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam upaya mendorong kemajuan sektor pertanian dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan optimismenya terhadap potensi penerapan aplikasi digital Enterprise Resource Planning (ERP) bernama MyNilam.
Aplikasi ini merupakan hasil kolaborasi antara OJK, Universitas Syiah Kuala dan ILO, sebuah organisasi buruh dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mahendra menyebut, implementasi aplikasi ini dapat menjadi terobosan penting dalam pencatatan dan penilaian kredit bagi petani di Aceh, terutama dalam memperbaiki akses terhadap pembiayaan dari lembaga keuangan.
“Gagasan kolaborasi ini sangat kami sambut dengan gembira. Terlebih lagi, melihat apa yang telah dilakukan di Lhong, Aceh Besar, kami yakin aplikasi ini bisa menjadi solusi untuk memperkuat ketahanan sektor pertanian dan meningkatkan akses pembiayaan bagi para petani,” ujar Mahendra.
Menurut Mahendra, aplikasi "MyNilam" memungkinkan integrasi data mulai dari tahap awal produksi hingga distribusi hasil pertanian.
Hal ini akan mempermudah pelaku usaha dan petani dalam mencatat serta melaporkan perkembangan bisnis mereka kepada bank atau lembaga keuangan lainnya.
Dengan sistem pencatatan yang transparan, risiko kredit dapat dinilai lebih akurat, yang pada akhirnya memungkinkan pengurangan persyaratan jaminan (kolateral) dalam pemberian kredit.
Mahendra menjelaskan bahwa penilaian kredit, yang selama ini dikenal dengan pendekatan "5C" (Character, Capacity, Capital, Conditions, dan Collateral), bisa menjadi lebih fleksibel berkat aplikasi ini.
Informasi bisnis yang tercatat secara transparan memungkinkan bank dan lembaga keuangan melakukan analisis risiko dengan lebih baik, sehingga persyaratan kolateral dapat dikurangi.
“Kolateral bukan lagi satu-satunya pertimbangan utama. Jika pelaku usaha mampu menunjukkan rekam jejak bisnis yang terintegrasi dan terpantau, maka potensi untuk mendapatkan pembiayaan tanpa kolateral menjadi lebih besar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mahendra juga menekankan bahwa aplikasi ini akan memfasilitasi para petani untuk melaporkan kegiatan bisnisnya secara lebih sistematis.
Mulai dari produksi hingga harga jual hasil pertanian, seluruh informasi akan terdokumentasi dengan baik, yang tidak hanya memudahkan petani tetapi juga pihak koperasi atau lembaga yang terlibat dalam distribusi.
“Kami melihat aplikasi ini sebagai salah satu langkah inovatif dalam mendorong inklusi keuangan di sektor pertanian. Ini sangat penting karena selama ini banyak petani kesulitan mendapatkan akses kredit hanya karena keterbatasan modal atau ketidakmampuan menyediakan jaminan,” tambah Mahendra.
Program ini juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah, universitas, serta sektor keuangan lainnya.
Mahendra menyatakan bahwa keberhasilan implementasi program ini memerlukan kerjasama yang erat antara berbagai pihak, mulai dari pemerintah, OJK, hingga pelaku usaha.
“Kami yakin bahwa kerjasama yang difasilitasi oleh universitas siap keuangan ini, bersama Aero dan pemerintah, akan menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Mahendra juga menyoroti potensi aplikasi ini dalam memajukan sektor pertanian di Aceh. Dengan digitalisasi, para petani di Aceh dapat lebih mudah mengakses pasar global serta meningkatkan daya saing produk mereka.
“Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan nasional dan internasional, dan dengan adanya dukungan teknologi seperti ini, kita dapat membawa pertanian Aceh ke level yang lebih tinggi,” ucap Mahendra optimis.
Mahendra juga menyinggung sejarah kejayaan Aceh dalam sektor pertanian dan perdagangan. Dia menyoroti bahwa Aceh telah lama dikenal sebagai wilayah yang memiliki kontribusi besar bagi perekonomian nasional, bahkan sejak masa Sultanate Aceh.
“Aceh memiliki sejarah yang kaya, mulai dari para pahlawan nasional hingga perannya dalam perdagangan internasional di masa lalu. Kita ingin mengembalikan kejayaan itu melalui inovasi di sektor pertanian dan keuangan,” katanya.
Salah satu aspek unik yang disebutkan Mahendra adalah peran perempuan dalam sejarah Aceh. Ia mengapresiasi bahwa Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia di mana banyak pahlawan nasional adalah perempuan.
Ini, menurut Mahendra, menjadi karakteristik khusus yang menunjukkan kuatnya peran perempuan dalam sejarah dan pembangunan Aceh, serta potensi mereka dalam berkontribusi pada perekonomian saat ini.
“Kita bisa belajar dari sosok-sosok seperti Cut Nyak Dhien dan Marahayati, pahlawan perempuan Aceh yang berani dan berjuang untuk tanah kelahirannya. Mereka adalah inspirasi bagi kita semua dalam membangun masa depan yang lebih baik untuk Aceh,” tutup Mahendra.