DIALEKSIS.COM | Yogyakarta - Kementerian Pertanian menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mempercepat hilirisasi sarang burung walet (SBW) nasional guna meningkatkan daya saing global dan kesejahteraan peternak. Hal ini disampaikan dalam Lokakarya Nasional Peternakan Burung Walet yang digelar di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (26/5/2025).
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menyoroti peran sentral Indonesia sebagai pemasok lebih dari 75 persen sarang burung walet dunia. Ia menegaskan bahwa hilirisasi tidak lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan.
“Indonesia perlu meningkatkan ekspor tidak hanya SBW bersih saja, namun juga produk olahan hasil hilirisasi. Hilirisasi adalah keharusan untuk memperkuat ketahanan pasar dan meningkatkan kesejahteraan peternak,” kata Agung.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, Kementerian Pertanian tengah merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2020 untuk memperjelas seluruh rantai pasok SBW, dari budidaya, pencucian, pengolahan, hingga ekspor. Selain itu, Kementan juga membahas perubahan protokol ekspor dengan General Administration of Customs China (GACC) untuk memperluas akses pasar.
“Perubahan protokol ini sangat strategis untuk membuka lebih banyak peluang bagi produk SBW Indonesia,” ujar Agung.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Budi Guntoro, menekankan perlunya keterlibatan dunia akademik dalam memperkuat industri walet nasional.
“Dunia kampus harus lebih aktif mendukung pengembangan penelitian khasiat dan hilirisasi walet,” katanya. Budi menilai, riset dari aspek budidaya, sanitasi, hingga pengolahan sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah SBW.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Indonesia (BKI), Sahat Manaor Panggabean, menegaskan pentingnya legalitas rumah walet untuk memperkuat ekspor.
“Saat ini ada sekitar 100 ribu rumah walet di Indonesia, namun baru 3 persen yang terdaftar resmi. Legalitas penting untuk memperkuat ekspor. Ini memerlukan peran aktif pemerintah daerah,” ujar Sahat.
Data tahun 2024 menunjukkan, volume ekspor SBW ke Tiongkok turun 12,7 persen, sementara harga ekspor anjlok hingga 30 persen dalam empat tahun terakhir. Di sisi lain, pasar alternatif seperti Makau, Australia, dan Amerika Serikat mencatat harga jual lebih tinggi.
Melalui sinergi pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha, diharapkan hilirisasi SBW dapat dipercepat, memperkuat posisi Indonesia di pasar dunia, serta membawa manfaat nyata bagi para peternak. [in]