Kamis, 03 April 2025
Beranda / Ekonomi / Kisruh Jabatan Plt Dirut Bank Aceh: OJK Aceh Keliru Menafsirkan Keputusan RUPSLB?

Kisruh Jabatan Plt Dirut Bank Aceh: OJK Aceh Keliru Menafsirkan Keputusan RUPSLB?

Minggu, 30 Maret 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Delfi Suganda, S.H.I., LL.M, Akademisi UIN Ar Raniry. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Kontroversi pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh Syariah semakin memanas pasca pernyataan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Daddi Peryoga, yang menegaskan Hendra Supardi masih sah menjabat sebagai Plt Dirut hingga Fadhil Ilyas disetujui OJK. Pernyataan ini dinilai mengabaikan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 17 Maret 2025 yang menunjuk Fadhil Ilyas dan mencabut Surat Keputusan (SK) Hendra.

Atas polemik itu, Dialeksis (Minggu, 30/03/2025) menghubungi Dr. Delfi Suganda, S.H.I., LL.M, Akademisi Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, menjelaskan bahwa secara hierarki hukum, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor 40 Tahun 2007 harus menjadi acuan utama.

"RUPSLB sebagai organ tertinggi perusahaan telah mencabut SK Hendra dan menunjuk Fadhil. OJK seharusnya hanya berperan administratif, bukan menentukan legitimasi jabatan," tegasnya.

Menurutnya, Pasal 15 UUPT mengatur bahwa RUPSLB memiliki kewenangan penuh untuk mengangkat dan memberhentikan direksi. Sementara Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Bank Umum hanya mengikat secara sektoral dan tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi 37. 

"Jika OJK belum menyetujui Fadhil, itu tidak serta-merta mengembalikan Hendra ke posisi lama karena SK-nya sudah dicabut. Status Hendra seharusnya vacuum secara hukum," tambah Dr. Delfi Suganda.

Polemik ini berawal dari dualisme keputusan: Gubernur Aceh selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) menunjuk Fadhil melalui SK Gubernur Nomor 500/611/2025, sementara OJK masih mengakui Hendra berdasarkan SK Komisaris 17 Februari 2025 yang telah dicabut 47. Dr. Delfi Suganda menegaskan, OJK seharusnya fokus pada pencatatan administratif, bukan menjadi judge yang menentukan sah-tidaknya keputusan RUPSLB. 

"POJK tidak boleh digunakan untuk mengintervensi kewenangan pemegang saham," ujarnya.

Konflik ini telah memicu perpecahan internal Bank Aceh, dengan dua kubu yang saling berseteru: pro-Fadhil dan pro-Hendra. Dr. Delfi Suganda memperingatkan, situasi ini berisiko mengganggu stabilitas operasional bank dan kepercayaan nasabah. 

"Jika tidak segera diselesaikan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola perusahaan di sektor perbankan," katanya.

Ia mendesak OJK Aceh dan Dewan Komisaris Bank Aceh untuk segera menyinkronkan keputusan RUPSLB dengan proses administratif OJK. 

"Penunjukan Fadhil harus diajukan ke OJK tanpa penundaan, sementara OJK perlu menghormati keputusan hukum perusahaan yang sah," tegasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI