Rabu, 09 April 2025
Beranda / Ekonomi / Khalil Ismail Soroti Polemik Pemilihan Direksi Bank Aceh: 'Harusnya The Best of the Best!

Khalil Ismail Soroti Polemik Pemilihan Direksi Bank Aceh: 'Harusnya The Best of the Best!

Senin, 07 April 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Khalil Ismail, Direktur Kepatuhan Bank Aceh periode 2006-2010. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Bank Aceh genap berusia 52 tahun pada hari ini, merayakan miladnya sejak transformasi dari Bank Kesejahteraan Aceh (BKA) menjadi Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (BPDIA) pada 1973. Namun, di balik sorakan peringatan, sejarah pendirian bank ini sesungguhnya bermula lebih awal: 1 April 1958, ketika akte notaris Mula Pangihutan Tamboenan mencatat kelahiran BKA sebagai bank milik pemerintah daerah dengan modal dasar Rp25 juta.

Khalil Ismail, Direktur Kepatuhan Bank Aceh periode 2006-2010, mengingatkan pentingnya memetik pelajaran dari sejarah panjang bank tersebut, terutama dalam proses pemilihan pengurus.

“Dari awal, pengurus Bank Aceh dipilih berdasarkan kredibilitas, integritas, dan visi jauh ke depan. Tak ada ruang untuk politik atau nepotisme,” tegasnya tulisan berjudul Siapa Berani Menjadi Direksi Bank Aceh? sudah dipublikasi harianaceh.co.id.

Awalnya menurut Khalil, di era 1958 hingga dekade 2010, pemilihan direksi berjalan kondusif. “Tak ada kartu merah atau skandal. Pengurus dipilih dari sosok bersih, meski mayoritas berasal dari luar bank karena keterbatasan SDM internal saat itu,” ujarnya. Gaya hidup sederhana para pemimpin lama, meski tanpa kewajiban LHKPN, menjadi bukti transparansi yang melegenda.

Namun, situasi berubah drastis belakangan ini. Pertumbuhan pesat Bank Aceh dengan aset Rp31,9 triliun, laba Rp449,9 miliar, dan 2.228 karyawan memicu tarik-menarik kepentingan. “Banyak orang pandai, baik lokal maupun ‘impor’, ingin memimpin. Persoalannya bukan pada siapa, tapi bagaimana mereka dipilih atau diberhentikan,” kritik Khalil.

Khalil menegaskan, UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan POJK No. 17/2023 telah mengatur mekanisme seleksi direksi, mulai dari syarat administratif hingga Fit and Proper Test oleh OJK.

“Tapi aturan ini tak diikuti sepenuhnya. Ada intervensi politik, kepentingan sepihak, dan RUPSLB yang diulang berkali-kali dalam sebulan barangkali satu-satunya di dunia,” sindirnya.

Akibatnya, reputasi bank terancam. “Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. OJK harus tegas menjadi benteng terakhir,” serunya. Khalil mengkhawatirkan efek domino: calon kompeten dari internal enggan maju karena takut diberhentikan mendadak, atau nasabah menjauhi bank akibat polemik berkepanjangan.

Sebagai mantan petinggi bank, Khalil berharap OJK konsisten menjalankan mandat UU No. 21/2011 untuk menciptakan sistem keuangan yang adil dan transparan. “Pilih the best of the best, bukan karena dia anak siapa atau dukungan politik,” tegasnya.

Ia mengingatkan, Bank Aceh adalah warisan para pendiri yang telah “menari” dengan indah di panggung sejarah. “Jangan sampai penari baru justru membuat penonton cemooh karena langkahnya kacau,” ungkapnya.

Dikomentar penutupnya Khalil Ismail menyoroti urgensi tata kelola bank yang sehat di tengah pertumbuhan ekonomi Aceh. Sejarah panjang Bank Aceh, dari BKA hingga kini, menjadi cermin bahwa integritas dan kepatuhan regulasi adalah kunci keabadian institusi.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI