Minggu, 24 Agustus 2025
Beranda / Ekonomi / Kemenperin Sentil Industri Tekstil: Minta Proteksi, Tapi Malah Jor-joran Impor!

Kemenperin Sentil Industri Tekstil: Minta Proteksi, Tapi Malah Jor-joran Impor!

Sabtu, 23 Agustus 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief. [Foto: dok. Kemenperin]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti rendahnya kepatuhan administratif sejumlah perusahaan di sektor hulu industri tekstil nasional, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI). 

Selain itu, lonjakan impor oleh perusahaan anggota APSyFI dinilai bertolak belakang dengan tuntutan asosiasi terhadap proteksi pemerintah.

“Masih ada perusahaan besar anggota APSyFI yang sama sekali tidak melaporkan kinerjanya. Padahal, ini kewajiban dan bentuk akuntabilitas industri kepada negara,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, dalam pernyataan resmi pada Sabtu (23/8/2025).

Menurut data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), dari total 20 anggota APSyFI, hanya 15 perusahaan yang melaporkan aktivitas industrinya. Sementara 5 lainnya tidak menyampaikan laporan, meskipun pelaporan tersebut bersifat wajib.

Yang lebih menjadi sorotan, kata Febri, adalah lonjakan impor benang dan kain oleh anggota APSyFI sendiri. Dalam setahun terakhir, volume impor meningkat tajam lebih dari 239 persen - dari 14,07 juta kilogram pada 2024 menjadi 47,88 juta kilogram di tahun 2025.

“Ini kontradiktif. Di satu sisi mereka menuntut pemerintah untuk memperketat impor, tapi di sisi lain justru memanfaatkan fasilitas seperti kawasan berikat atau API Umum untuk impor besar-besaran,” tegas Febri.

Padahal, lanjutnya, pemerintah telah memberi perlindungan tarif berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk-produk serat dan benang sintetis. 

“Mereka sudah menikmati keuntungan ganda, tapi tak dibarengi dengan modernisasi atau investasi baru,” katanya.

Kemenperin menekankan, kebijakan industri harus mempertimbangkan keseimbangan dari sektor hulu hingga hilir. Di sisi lain, usulan BMAD 45 persen yang disuarakan APSyFI justru dikhawatirkan akan memukul sektor hilir dan berdampak langsung terhadap ketenagakerjaan.

“Kalau usulan itu dipaksakan, kita bisa kehilangan hingga 40.000 pekerja di sektor hilir. Ini bisa jadi tragedi nasional,” ujar Febri.

Meski begitu, Kemenperin mencatat bahwa industri tekstil nasional masih menunjukkan kinerja positif, dengan pertumbuhan di atas 4 persen pada kuartal I dan II 2025. Pemerintah, kata Febri, berharap pelaku industri bisa lebih objektif melihat kebijakan pemerintah, terutama di tengah tren pemulihan ini.

“Yang dibutuhkan sekarang adalah kolaborasi dan kepatuhan, bukan narasi yang menyesatkan publik,” pungkasnya.[red]

Keyword:


Editor :
Indri

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka