DIALEKSIS.COM | Jakarta - Harapan baru mulai muncul di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional pada 2025. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor ini tercatat tumbuh di atas 4 persen pada kuartal I dan II 2025. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut hal ini sebagai hasil evaluasi kebijakan secara bertahap setelah sebelumnya industri dihantam tekanan makro ekonomi dan lonjakan impor.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menyebut tuduhan bahwa Kemenperin jadi biang PHK massal di sektor TPT adalah keliru dan tidak berdasar.
"Pertanyaannya, data apa yang digunakan? Jangan asal tuduh. Instrumen Kemenperin hanya sebagian dari rantai impor tekstil. Impor terbesar justru bukan dari alokasi pertimbangan teknis (pertek) yang kami keluarkan," kata Febri dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (25/9/2025).
Ia menyebut impor TPT bisa masuk lewat berbagai celah seperti Kawasan Berikat, impor borongan, bahkan barang ilegal, yang tak memerlukan Pertek dari Kemenperin.
"Ini yang sering keliru dipahami. Kalau mau menyampaikan pendapat, harus pakai data objektif supaya tidak menyesatkan publik," tegasnya.
Regulasi Baru Tekan Impor Tekstil
Febri menjelaskan, hingga kini Kemenperin terus memperketat pengawasan impor lewat regulasi yang diperbarui. Dari total 1.332 kode HS produk TPT, sebanyak 941 HS (sekitar 70,65%) kini wajib mengantongi Pertek sesuai Permendag 17/2025. Ini meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang hanya 593 HS (44,51%).
"Dulu banyak kode HS yang lolos, sekarang sebagian besar sudah kena aturan. Jadi kita sedang memperbaiki sistem, bukan melemahkan industri," katanya.
Perbandingan Impor dan Pertek
Febri juga merinci data penerbitan Pertek dan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI) sebagai alat pengawasan kuota impor. Pada 2023, VKI menyetujui 493 perusahaan dengan volume impor serat sebesar 142.644 ton (96,3% dari total BPS). Sementara benang mencapai 373.416 ton -- melebihi data BPS (158%).
Namun pada 2024, terjadi perbaikan signifikan. Kemenperin hanya menyetujui impor serat sebesar 23.851 ton atau 19,3% dari total data BPS, dan benang sebesar 147.259 ton atau 43,7%.
"Ini menunjukkan bahwa kita semakin selektif. Tidak asal kasih izin," ujar Febri.
Pakaian Jadi Kini Diatur Kemenperin
Mulai Agustus 2025, pengawasan impor pakaian jadi resmi dialihkan ke Kemenperin. Langkah ini dinilai penting karena berarti seluruh rantai TPT, dari hulu hingga hilir, sudah berada dalam sistem yang terintegrasi dan diawasi ketat.
"Kita bisa lebih efektif sekarang. Semuanya masuk dalam koridor pengaturan yang jelas," ujar Febri.
Febri juga menanggapi dugaan adanya kecurangan dalam penerbitan pertek oleh oknum internal Kemenperin. Ia menegaskan bahwa kementeriannya terbuka terhadap laporan dan siap menindak tegas.
"Kalau ada bukti, laporkan. Kami tidak akan lindungi pelaku. Menteri sendiri sudah berulang kali menegaskan komitmen pembersihan internal," ucap Febri.
Ia mengklaim, Kemenperin sudah pernah menyelidiki kasus dugaan korupsi di internal dan menyerahkannya ke penegak hukum.
Meski Kemenperin berperan dalam teknis penerbitan Pertek, aturan utama tetap mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan. Beberapa skema seperti Kawasan Berikat, KPBPB, PLB, dan KITE tetap mendapat pengecualian.
"Kami pastikan semua mekanisme dijalankan secara konsisten, transparan, dan akuntabel," tutup Febri. [red]