Rabu, 17 Desember 2025
Beranda / Ekonomi / Kemandirian Listrik Aceh, Mungkinkah?

Kemandirian Listrik Aceh, Mungkinkah?

Selasa, 16 Desember 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Muhammad Iqbal Piyeung. Foto: Nora/Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Aceh - Wacana kemandirian listrik Aceh kembali mengemuka seiring dorongan pembentukan perusahaan listrik daerah sebagai upaya memperkuat ketahanan energi dan kemandirian ekonomi Aceh. Gagasan ini dinilai sangat mungkin direalisasikan, mengingat Aceh memiliki sumber daya energi yang melimpah, sumber daya manusia yang memadai, serta posisi strategis secara teritorial.

Terkait hal tersebut, Dialeksis menghubungi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Muhammad Iqbal Piyeung, untuk meminta pandangannya mengenai peluang Aceh membangun perusahaan listrik daerah.

Menurut Iqbal, Aceh memiliki potensi besar untuk mengelola sektor kelistrikan secara mandiri melalui pembentukan perusahaan listrik daerah dengan konsep korporasi modern, sebagaimana perusahaan swasta profesional. 

“Kemandirian listrik Aceh bukan sekadar wacana. Dengan potensi yang ada, hal itu sangat mungkin diwujudkan,” ujarnya kepada Dialeksis secara eksklusif. 

Ia menjelaskan, Aceh dianugerahi sumber energi listrik yang sangat beragam, baik dari laut, udara, maupun daratan. Potensi energi laut, tenaga angin, tenaga surya, air, hingga panas bumi tersebar hampir di seluruh wilayah Aceh dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kondisi ini menjadi modal utama bagi Aceh untuk membangun sistem kelistrikan berbasis sumber energi lokal dan terbarukan.

Selain potensi alam, Iqbal menilai kualitas sumber daya manusia (SDM) Aceh saat ini sudah cukup memadai untuk mengelola perusahaan listrik daerah. Tenaga teknis, akademisi, serta praktisi energi di Aceh dinilai mampu mengelola pembangkit dan distribusi listrik secara profesional, asalkan didukung dengan kebijakan dan manajemen yang tepat.

Lebih lanjut, Aceh juga memiliki nilai strategis secara teritorial, baik dari sisi geografis maupun geopolitik. Posisi Aceh di ujung barat Indonesia dan dekat dengan jalur perdagangan internasional dinilai dapat menjadi keuntungan tersendiri dalam pengembangan sektor energi dan investasi kelistrikan.

Secara regulasi, pembentukan perusahaan listrik daerah memiliki landasan hukum yang kuat. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola potensi dan sumber daya di wilayahnya demi kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam penyediaan energi listrik. Perusahaan tersebut dapat berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) yang secara khusus bergerak di sektor energi.

Pemerintah daerah juga memiliki berbagai opsi dalam pengelolaannya, mulai dari mendirikan perusahaan secara mandiri, menjalin kerja sama dengan pihak swasta, hingga berkolaborasi dengan PT PLN (Persero) untuk pengelolaan pembangkit skala lokal maupun jaringan distribusi.

“Perusahaan listrik daerah tidak harus berdiri sendiri tanpa mitra. Kolaborasi adalah kunci, terutama dalam tahap awal pengembangan,” tambah Iqbal.

Lebih penting lagi, peluang Aceh semakin terbuka lebar dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang memberikan kekhususan dan kewenangan lebih luas kepada Aceh dalam mengelola sumber daya alam dan sektor strategis lainnya. Regulasi ini dinilai dapat menjadi payung hukum utama dalam pendirian perusahaan listrik daerah Aceh.

Dengan potensi energi yang melimpah, SDM yang siap, posisi strategis, serta dukungan regulasi yang kuat, wacana kemandirian listrik Aceh melalui pembentukan perusahaan listrik daerah bukanlah hal yang mustahil. Tantangan ke depan adalah keberanian mengambil keputusan, perencanaan yang matang, serta komitmen bersama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI