Sabtu, 03 Mei 2025
Beranda / Ekonomi / Kelangkaan Kelapa Ancam Kesejahteraan Petani dan Industri

Kelangkaan Kelapa Ancam Kesejahteraan Petani dan Industri

Kamis, 01 Mei 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Ilustrasi. Kelangkaan bahan baku kelapa mempersulit operasional industri. [Foto: ekonomi.bisnis.com]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa keberlanjutan industri pengolahan kelapa nasional sangat bergantung pada kesejahteraan petani kelapa. Hal ini disampaikan saat menerima audiensi dari Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) di Kantor Kementerian Perindustrian.

“Industri pengolahan kelapa punya kepentingan yang sama untuk mengutamakan kesejahteraan petani. Kalau petani tidak sejahtera, mereka bisa beralih ke komoditas lain, dan itu akan mempersulit keberlangsungan industri kita,” ujar Agus.

Dalam pertemuan tersebut, HIPKI menyampaikan keluhan terkait kelangkaan bahan baku kelapa yang kian mempersulit operasional industri. Menanggapi hal itu, Menperin mengungkapkan keprihatinannya karena Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia belum memiliki kebijakan tata niaga kelapa yang memadai.

“Negara lain seperti Filipina, India, Thailand, dan Sri Lanka sudah melarang ekspor kelapa demi menjaga nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja. Kita belum punya kebijakan serupa, padahal potensi kita besar,” jelasnya.

Agus juga menyampaikan bahwa program hilirisasi kelapa yang selama ini didorong pemerintah telah menarik investasi dari berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Tiongkok, dan Sri Lanka. Namun, kelangkaan bahan baku membuat banyak perusahaan tersebut kesulitan untuk beroperasi.

“Ironisnya, eksportir kelapa bulat tidak kena pungutan, tapi industri dalam negeri justru dikenai PPh pasal 22. Ini menciptakan lapangan persaingan yang tidak seimbang,” tegasnya.

Diketahui, kebutuhan konsumsi dalam negeri untuk rumah tangga dan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) mencapai 2 miliar butir kelapa per tahun. Namun banyaknya ekspor kelapa bulat menyebabkan pasokan dalam negeri menipis dan harga naik.

“Masyarakat jadi korban karena kelapa makin mahal di pasar tradisional,” kata Agus.

Ia juga mengingatkan bahwa ekspor kelapa bulat berisiko menggeser dominasi produk hilir Indonesia di pasar global. Bahan baku kelapa Indonesia justru diolah menjadi produk bernilai tambah oleh negara lain, seperti minyak kelapa, desiccated coconut, nata de coco, dan briket.

Dengan pangsa pasar ekspor produk kelapa yang mencapai USD2 miliar pada 2024, 85 persen di antaranya berasal dari produk olahan, kelangkaan bahan baku berpotensi mengancam devisa negara serta mata pencaharian sekitar 21 ribu tenaga kerja.

“Kami terus berkoordinasi dengan pelaku usaha dan asosiasi agar bisa menjaga keseimbangan supply-demand kelapa, tapi petani tetap harus diutamakan,” tutupnya. [in]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
diskes