Rabu, 23 Juli 2025
Beranda / Ekonomi / Kacang Koro Pedang, Solusi Pangan Lokal yang Siap Gantikan Kedelai Impor di Aceh

Kacang Koro Pedang, Solusi Pangan Lokal yang Siap Gantikan Kedelai Impor di Aceh

Selasa, 22 Juli 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Rumoh Pangan Aceh, Rivan Rinaldi, S.Pd., M.Sc. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Founder dan Direktur Eksekutif Rumoh Pangan Aceh, Rivan Rinaldi, S.Pd., M.Sc., menawarkan solusi untuk mengurangi ketergantungan pada kedelai impor yang selama ini mendominasi bahan baku tempe dan tahu di Aceh lewat kacang koro pedang (Canavalia ensiformis).

“Selama ini kita terlalu bergantung pada kedelai impor. Padahal, kita punya sumber daya lokal seperti kacang koro pedang yang jika dikembangkan secara masif, bisa menjadi bahan baku tempe dengan harga lebih ekonomis dan nilai gizi yang tinggi,” ujar Rivan saat ditemui di Banda Aceh, Selasa, 22 Juli 2025.

Kacang koro pedang dikenal sebagai tanaman semak tegak yang produktif dan mudah dibudidayakan. 

Selain berpotensi menggantikan kedelai, kacang ini juga mengandung kadar protein yang cukup tinggi, yakni 30,36%, tidak jauh dari kedelai yang berada di angka 35%. 

Bahkan, menurut Rivan, koro pedang memiliki senyawa fenolik dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami.

“Kandungan nutrisinya luar biasa. Ia juga mengandung vitamin B1, B2, dan canavanin, yaitu asam amino penting dalam pembentukan protein. Ini bukan hanya soal kedaulatan pangan, tapi juga peningkatan kualitas gizi masyarakat,” terang alumni magister bidang pertanian lulusan universitas di Belanda ini.

Selain untuk tempe dan tahu, biji kacang koro pedang juga bisa diolah menjadi susu nabati, kecap, tepung, abon, hingga makanan ringan seperti donat, cookies, keripik tempe, peyek, bak pia dan pai susu. Ini membuka peluang besar bagi industri rumahan dan UMKM di Aceh.

“Bayangkan jika ibu-ibu di desa bisa mengolah kacang ini jadi tepung atau cookies dan menjualnya. Kita tidak hanya bicara soal ketahanan pangan, tapi juga pemberdayaan ekonomi,” tambahnya.

Menurut data Rumoh Pangan Aceh, produktivitas tanaman ini bisa mencapai 4 hingga 10 ton per hektare, jauh lebih tinggi dari kedelai, kacang hijau, bahkan kacang tanah.

Lebih menarik lagi, koro pedang bisa ditanam dengan sistem tumpangsari bersama jagung, ubi kayu, atau kopi, sehingga cocok untuk lahan pertanian terpadu.

“Tanaman ini sangat adaptif. Ia juga bisa digunakan sebagai pupuk hijau, bungkilnya untuk pakan ternak, bahkan polong mudanya enak dijadikan sayur. Jadi, dari hulu ke hilir, tidak ada bagian yang terbuang,” ungkap Rivan.

Aceh, menurut Rivan, memiliki banyak lahan tidur yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Budidaya kacang koro pedang bisa menjadi strategi tepat untuk mengoptimalkan potensi pertanian di wilayah ini.

“Kita punya ribuan hektare lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan strategis. Koro pedang bisa menjadi pionir gerakan pangan lokal berbasis lahan marginal,” kata Rivan.

Ia menambahkan, untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan dukungan lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga komunitas tani.

 Rumoh Pangan Aceh sendiri telah merancang sejumlah pelatihan dan pendampingan bekoloborasi dengan THP Fakultas Pertanian USK untuk petani dan kelompok UMKM yang tertarik mengembangkan kacang koro pedang.

Rivan juga mengatakan bahwa solusi ketahanan pangan tidak bisa bergantung pada impor dan kebijakan pusat semata.

“Kita harus membangun dari akar. Dari tanah kita sendiri. Kacang koro pedang adalah simbol perlawanan terhadap ketergantungan. Kita bisa mandiri, asal ada kemauan bersama,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI