Beranda / Ekonomi / Investasi Emas di Aceh Kurangi Likuiditas, Hambat Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Investasi Emas di Aceh Kurangi Likuiditas, Hambat Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Selasa, 11 Februari 2025 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Prof. Said Musnadi, Guru Besar Ekonomi Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lonjakan investasi emas di Aceh semakin mengundang perhatian para ekonom dan pengamat, karena peralihan aset ke dalam bentuk emas yang tidak produktif diduga mengurangi perputaran uang dalam masyarakat. Fenomena ini, yang terjadi seiring dengan naiknya harga emas, dinilai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.

Menurut Prof. Said Musnadi, Guru Besar Ekonomi Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, tren menabung dalam bentuk emas sebagai safe haven telah menarik minat masyarakat.

"Harga emas yang terus naik membuat masyarakat lebih memilih menabung dalam bentuk emas, baik sebagai safe haven maupun sebagai instrumen investasi," ujarnya kepada Dialeksis, Selasa (11/2/2025).

Prof. Said menambahkan bahwa ketika uang dialihkan ke dalam emas, dana tersebut tidak beredar untuk mendukung kegiatan ekonomi riil seperti investasi sektor industri atau peningkatan konsumsi.

"Uang yang disimpan dalam emas tidak mengalir seperti seharusnya, ibarat darah dalam tubuh yang mengalir untuk menjaga kesehatan sistem. Bila alirannya tersendat, pertumbuhan ekonomi daerah pun terhambat," jelasnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun ini mencapai 4,66 persen, masih berada di bawah rata-rata nasional sebesar 5,03 persen. Dengan perekonomian yang didominasi oleh pengeluaran dan konsumsi, tren investasi emas yang terus meningkat semakin dikhawatirkan akan memperlambat laju pemulihan ekonomi daerah.

Selain penjelasan tersebut, para pengamat menilai bahwa investasi emas yang tidak produktif berpotensi menekan sektor-sektor produktif lainnya. Dana yang terserap dalam bentuk emas tidak langsung memberikan kontribusi pada peningkatan produksi atau penciptaan lapangan kerja.

"Uang yang seharusnya beredar untuk mendukung konsumsi dan investasi malah terserap dalam bentuk emas, yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli dan memperlambat pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Investasi di emas semakin mengurangi likuiditas di pasar uang, sehingga akan memberi kendala dan membatasi gerak investasi di sektor riil yang justru sangat berarti dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja terutama di Aceh.

Pengamat ekonomi juga mengingatkan perlunya diversifikasi portofolio investasi di tengah ketidakpastian global. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil langkah strategis dengan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menyalurkan investasi ke sektor-sektor yang memberikan efek berganda.

“Langkah-langkah seperti insentif fiskal, kemudahan akses permodalan, serta peningkatan literasi keuangan dianggap penting untuk mengalihkan sebagian dana dari investasi emas ke sektor riil yang lebih produktif,” jelasnya lagi.

Dalam upaya menciptakan ekosistem ekonomi yang dinamis, menurut Prof. Said Musnadi, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dinilai krusial. Strategi terpadu yang mendorong investasi di sektor industri dan bisnis tidak hanya berpotensi meningkatkan daya saing Aceh, tetapi juga membuka lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Ke depan, penataan kebijakan yang mendorong investasi produktif dianggap sebagai kunci untuk mengimbangi tren investasi emas yang saat ini tengah naik daun. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Aceh diharapkan dapat kembali mendapatkan momentum positif untuk mendukung pemulihan dan pembangunan daerah secara menyeluruh,” pungkasnya. [ar]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI