Beranda / Ekonomi / Harga Kopi Diprediksi Melonjak Ekstrem Hingga 2026, Ini Kata Dr. T. Saiful Bahri

Harga Kopi Diprediksi Melonjak Ekstrem Hingga 2026, Ini Kata Dr. T. Saiful Bahri

Selasa, 18 Februari 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. T. Saiful Bahri, S.P., M.P., Dosen Agribisnis USK dan Plt. Ketua DEKOPI Aceh. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Harga kopi global diprediksi akan terus mengalami kenaikan yang ekstrim hingga tahun 2026. Dr. T. Saiful Bahri, S.P., M.P., Dosen Agribisnis USK dan Plt. Ketua DEKOPI Aceh, menjelaskan bahwa lonjakan harga tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan konsumen yang terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk dan konsumsi kopi per kapita yang kian meningkat di seluruh dunia.

Menurut Dr. Saiful, tren ini juga dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup masyarakat global. 

"Budaya minum teh di beberapa negara, misalnya Jepang, mulai bergeser seiring meningkatnya minat terhadap kopi. Hal ini turut menyumbang pada kenaikan permintaan kopi secara signifikan," ujarnya kepada Dialeksis.com, Selasa (18/02/2025). 

Dinamika produksi global pun semakin memprihatinkan. Dalam sepuluh tahun terakhir, produksi kopi tertekan oleh dampak perubahan iklim ekstrem. Tahun 2024, Brazil produsen utama kopi arabica mencatat penurunan produksi hampir mencapai 20 persen akibat musim kering yang panjang dan curah hujan yang minim. Kondisi serupa terjadi di Vietnam, pengekspor kopi robusta terbesar di dunia, yang turut memperburuk keseimbangan pasokan global.


Ketidakseimbangan antara pasokan dan konsumsi ini berdampak pada rantai pasok kopi di Indonesia. Sebagai pengekspor kopi terbesar ke-6 di dunia, Indonesia kini menghadapi kelangkaan kopi dalam negeri. "Kondisi gagal panen di Brazil dan penurunan produksi di Vietnam telah memicu lonjakan permintaan kopi Indonesia. Pemenuhan kontrak ekspor oleh trader kopi pun menyebabkan krisis ketersediaan kopi domestik, yang berdampak pada kenaikan harga biji kopi secara signifikan," jelas Dr. Saiful.


Lebih jauh, ia menyoroti tantangan yang juga mengintai sektor budidaya kopi di tanah air. Tanaman kopi yang saat ini dibudidayakan oleh petani Indonesia sudah memasuki usia tua dan belum menerapkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP) secara optimal. "Produktivitas kopi di beberapa daerah, termasuk Aceh sebagai penyumbang utama produksi dan ekspor kopi arabica nasional, masih rendah, berkisar antara 600 hingga 700 kg/ha per tahun. Ditambah lagi, peningkatan suhu udara dan keterbatasan lahan serta bibit unggul untuk peremajaan menambah beban para petani," tambahnya.


Untuk mengantisipasi tantangan ini, Dr. Saiful mengusulkan agar pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan mengubah hambatan menjadi peluang. Ia menekankan perlunya pemberian insentif guna mendukung penerapan GAP, fasilitasi penyediaan bibit unggul, serta pemanfaatan hutan kemasyarakatan untuk mengembangkan sistem agroforestry kopi. Di samping itu, peningkatan fasilitas pascapanen—seperti pengeringan dan pengolahan kopi yang berkualitas—serta pergeseran fokus ekspor dari green bean ke roasted bean dianggap penting untuk menambah nilai tambah produk dalam negeri.


"Dengan sinergi antar stakeholder, kita dapat menjamin pasokan kopi domestik sekaligus memenuhi kontrak ekspor. Upaya tersebut tidak hanya akan menjaga stabilitas harga, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha kopi dan pertumbuhan ekonomi daerah penghasil," pungkas Dr. Saiful.


Dengan segala dinamika global dan tantangan di dalam negeri, sinyal kenaikan harga kopi yang ekstrim hingga 2026 menjadi peringatan bagi semua pihak untuk segera mengambil langkah strategis demi keberlanjutan industri kopi nasional.













Reason


ChatGPT can make mistakes. Check important info.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI