Sabtu, 12 Juli 2025
Beranda / Ekonomi / Perempuan Merdeka Aceh Desak Mualem Tolak Perusahaan yang Abaikan Tenaga Kerja Lokal

Perempuan Merdeka Aceh Desak Mualem Tolak Perusahaan yang Abaikan Tenaga Kerja Lokal

Sabtu, 12 Juli 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Perempuan Merdeka Aceh. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Perempuan Merdeka, Cut Farah Meutia, menyampaikan kepada Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, agar bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Aceh namun mengabaikan keberadaan dan hak-hak tenaga kerja lokal.

Cut Farah menegaskan bahwa tindakan perusahaan yang menolak merekrut putra-putri Aceh merupakan bentuk pelanggaran terhadap Qanun Aceh No. 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan, sekaligus bentuk pengingkaran terhadap semangat otonomi khusus Aceh.

“Kami menyatakan dengan tegas bahwa Gubernur Aceh sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemberian izin operasi perusahaan harus mengambil sikap tegas terhadap perusahaan yang menolak merekrut tenaga kerja lokal,” ujar Cut Farah kepada Dialeksis.com, Sabtu (12/7/2025).

Cut Farah mengemukakan tiga tuntutan yang menjadi garis merah perjuangan masyarakat sipil saat ini, yaitu menolak pemberian izin operasi bagi perusahaan yang tidak memiliki komitmen memberdayakan tenaga kerja lokal.

Selain itu, membatalkan izin perusahaan yang telah beroperasi namun tidak berpihak kepada sumber daya manusia asal Aceh dan mewajibkan roadmap perekrutan dan pelatihan tenaga kerja lokal sebagai syarat mutlak perpanjangan izin usaha.

Menurut Cut Farah, tidak ada alasan rasional yang dapat membenarkan tindakan perusahaan yang mengesampingkan anak muda Aceh dalam proses perekrutan.

“Kalau masalahnya keterampilan, maka itu tugas perusahaan. Bukan malah mengambil orang dari luar dan meninggalkan rakyat Aceh di tanahnya sendiri. Ini bukan sekadar keadilan sosial, tapi bentuk penghormatan terhadap otonomi dan martabat rakyat Aceh,” tegasnya.

Cut Farah mengingatkan publik akan keberanian Gubernur Aceh pertama, Muzakir Walad, di masa Orde Baru. Ketika itu, menghadapi raksasa energi seperti Mobil Oil dan PT Arun, Muzakir Walad menolak tunduk jika perusahaan asing itu enggan menerima tenaga kerja lokal.

“Izin operasi kalian memang dari Jakarta, tapi saya tidak akan dukung satu pun aktivitas kalian kalau kalian tolak anak-anak Aceh,” ujar Gubernur Walad kala itu.

Sikap tegas itu membuahkan hasil konkret Mobil Oil mendirikan Training Center di Medan dan Lhoksukon, PT Arun mengikuti langkah serupa, dan bahkan Program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan (PDPK) dibentuk di Banda Aceh bekerja sama dengan Unsyiah.

Kini, Cut Farah mengajak Gubernur Aceh saat ini, H. Muzakir Manaf (Mualem), untuk menghidupkan kembali semangat keberanian itu.

Dengan dasar hukum yang kuat yakni Pasal 20 Ayat 2 Qanun No. 7/2014 Mualem disebut memiliki legitimasi penuh untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak tenaga kerja Aceh.

“Kita tidak boleh kembali ke pola penjajahan ekonomi terselubung: hasil bumi diambil, rakyat ditinggalkan. Cukup sudah Aceh menjadi penonton di tanah sendiri,” ucap Cut Farah.

Cut Farah mengajak untuk menolak perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan lokal dan tidak menunjukkan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat Aceh.

"Tolak perusahaan yang menolak pekerja Aceh, cabut izin perusahaan yang melanggar komitmen sosial dan tegakkan kedaulatan ekonomi Aceh melalui keberpihakan nyata kepada tenaga kerja lokal," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI