Gagalnya Investasi di Aceh Jadi Sorotan, Pemerintah Baru Diminta Belajar dari Pengalaman
Font: Ukuran: - +
Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh (For-Bina), Muhammad Nur, menyoroti rentetan masalah yang membuat banyak proyek strategis di Aceh terhenti, bahkan gagal total. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gagalnya berbagai investasi besar di Aceh selama beberapa tahun terakhir harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah Aceh yang baru. Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh (For-Bina), Muhammad Nur, menyoroti rentetan masalah yang membuat banyak proyek strategis di Aceh terhenti, bahkan gagal total.
Muhammad Nur mencatat beberapa contoh kasus, termasuk kegagalan perusahaan asal Dubai yang pada tahun 2022 batal merealisasikan investasi sebesar Rp 7 triliun di sektor pariwisata dan migas. Selain itu, PT Trans Continent pada 2023 gagal melanjutkan proyek pengembangan pusat distribusi dan pembangunan pusat logistik berikat.
“Proyek investasi semen Aceh oleh PT Semen Indonesia Aceh (SIA) juga mengalami kegagalan sejak 2018 karena sengketa lahan yang tak kunjung selesai. Hingga saat ini, proyek tersebut telah menghabiskan biaya sebesar Rp97,5 miliar hanya untuk pembayaran pekerjaan proyek dan operasional,” ujar Muhammad Nur kepada Dialeksis.com, Rabu (15/1/2025).
Sektor energi juga tak luput dari persoalan. Mega proyek PLTA di Gayo Lues oleh PT Kamirzu pada 2019 gagal direalisasikan. Hal serupa terjadi pada proyek PLTA Kluet 1 di Aceh Selatan yang digarap PT Trinusa Energi Indonesia.
Sementara itu, proyek PLTP Seulawah di Aceh Besar kini diambil alih oleh PT PEMA dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO), namun proses eksplorasi panas bumi belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan.
Masalah juga melanda sektor tambang. Muhammad Nur mengungkapkan bahwa proyek tambang emas PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Nagan Raya yang mencakup area 10.000 hektare menghadapi hambatan hukum dan belum memperoleh keputusan dari pemerintah. Proyek tambang emas PT BMU di Aceh Selatan pun dicabut pada 2023, sementara rencana tambang PT BME di Nagan Raya ditolak sejak awal.
Penolakan warga juga menjadi kendala bagi beberapa proyek lainnya, seperti proyek energi panas bumi PT Sabang Geothermal Energy (SGE) di Sabang dan proyek tambang PT Pegasus di Aceh Tengah yang terhenti pada tahap amdal.
Muhammad Nur menegaskan bahwa kegagalan ini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan baru untuk memperbaiki tata kelola investasi di Aceh.
“Pemerintah harus belajar dari pengalaman ini dan memastikan kebijakan investasi yang lebih transparan, akuntabel, serta mampu menyelesaikan kendala di lapangan,” pungkasnya. [red]