kip lhok
Beranda / Ekonomi / Akademisi USK: Perlu Hidupkan Pusat Ekonomi Baru untuk Turunkan Inflasi di Aceh

Akademisi USK: Perlu Hidupkan Pusat Ekonomi Baru untuk Turunkan Inflasi di Aceh

Minggu, 14 Mei 2023 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK), Fakhruddin, SE, MSE [Foto: Ist]



DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat inflasi tahunan di Aceh pada Januari 2023 sebesar 5,52 persen. Angka ini melemah dibandingkan Desember 2022 yang mencapai 5,89 persen.

Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK), Fakhruddin, SE, MSE mengatakan, meningkatnya angka inflasi disebabkan beberapa penyebab.

Dirinya menjelaskan, mulai dari permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.

"Selain itu, ada pula faktor biaya produksi yang tinggi, bertambahnya uang beredar di masyarakat, dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran," jelasnya kepada Dialeksis.com, Minggu (14/5/2023).

Kata Fakhruddin, inflasi di Aceh berada diatas rata-rata nasional sehingga biaya hidup di Aceh lebih mahal dibanding daerah lain.

Untuk itu, kata dia, jika mau menurunkan inflasi maka produksi daerah harus lebih tinggi, jadi akan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru. Hal ini, menurutnya belum terlihat arah yang dilakukan oleh pemerintah di Aceh.

"Kita juga sepertinya tidak berhasil memanfaatkan beberapa momentum yang seharusnya bisa mendongkrak perekonomian kita, seperti PON 2024 yang sampai sekarang gegap-gempita belum juga terlihat," ungkapnya.

Ia menilai pemerintah Aceh terlalu fokus dengan proyek-proyek mercusuar, padahal Aceh punya banyak sektor pertumbuhan ekonomi seperti Kawasan Industri (KI) Ladong, BPKS Sabang, dan KEK Arun, namun terabaikan. Hal itu menunjukkan kegagalan Aceh dalam memanfaatkan fasilitas yang ada untuk tumbuh.

Kemudian, lanjutnya, untuk memutar uang di Aceh ini serba salah, mainset-nya seolah-olah Aceh ini pusat dari ekonomi Sumatera sehingga orang mau besar besaran investasi di Aceh, ternyata tidak demikian.

"Perekonomian Aceh kontribusinya tetap di nasional, sehingga kita punya ketergantungan yang kuat dengan daerah lain. Kalau kita lihat transaksi di belanja Aceh banyaknya dari DKI Jakarta dan Sumatera Utara," jelasnya.

Ia menjelaskan, kalau mau lebih banyak uang berputar di Aceh harus diefisienkan dulu proses transaksinya. Sehingga nilai transaksi lebih tinggi, tapi harus diingat Aceh ini bukan pusat ekonomi Indonesia. [nor]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda