Beranda / Ekonomi / Akademisi: Perlu Menghadirkan Sistem Keuangan Sentral "Bank Indonesia Syariah"

Akademisi: Perlu Menghadirkan Sistem Keuangan Sentral "Bank Indonesia Syariah"

Selasa, 24 Oktober 2023 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ketua International Business Economics Program (IBEP) USK, Talbani Farlian, SE.MA.AWP [Foto: Nora/Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sejak akhir tahun 2018, Pemerintah Provinsi Aceh menerbitkan Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS), yang mengatur bahwa seluruh lembaga keuangan termasuk bank yang beroperasi di Provinsi Aceh wajib dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah. 

Qanun LKS ini mulai berlaku sejak tanggal 4 Januari 2019 dan seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Provinsi Aceh wajib mengimplementasikan ketentuan Qanun LKS ini paling lama 3 tahun sejak Qanun LKS diberlakukan.

Qanun LKS merupakan peraturan daerah yang mengatur tentang kegiatan lembaga keuangan dalam rangka mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh berlandaskan syariah.

Qanun ini merupakan tindak lanjut Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam, yang secara tegas mewajibkan lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menjalankan prinsip syariah.

Atas dasar itu, ada gagasan inovatif dari Ketua International Business Economics Program (IBEP) USK, Talbani Farlian, SE.MA.AWP untuk kejayaan keuangan syariah.

Menurutnya, karena Aceh punya LKS maka sudah sepatutnya induk semangnya juga mengarah kepada syariah yakni Bank Sentral Syariah atau Bank Indonesia Syariah. 

Sebagaimana diketahui, sistem perbankan syariah sendiri telah menjadi bagian dari perbankan nasional yang dikendalikan oleh Bank Indonesia. Padahal BI sendiri menganut sistem konvensional atau tidak syariah sepenuhnya.

"Untuk itu penting bagi Presiden agar segera melahirkan Bank Indonesia Syariah dengan pilot project di bumi Serambi Mekkah ini," ujarnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (24/10/2023). 

Lebih lanjut, ia menjelaskan, Bank Indonesia Syariah harus diundang-undangkan di parlemen. Artinya digagas negara disematkan oleh presiden, melibatkan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Alumni jebolan S2 Georgia State University Atlanta Amerika itu menjelaskan, tiga tugas Bank Sentral sesuai UU P2SK (undang-undang penguatan dan pengembangan sistem keuangan) UU No. 4 Tahun 2023 yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter menjaga stabilitas keuangan, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur kebijakan makroprudensial. 

"Ini momentum kita bersama untuk membenah diri sekaligus penataan solusi terbaik. Coba lihat sekarang negara di berbagai belahan dunia lainnya sudah mengkonversi ke penerapan sistem syariah. Contoh, Rusia dan London," jelasnya lagi. 

Dengan adanya BI Syariah, kata Talbani, akan menghadirkan pembayaran berbasis pada emas. Agar dapat mempermudah perencanaan pembayaran berbasis emas, dia mencontohkan 1 dinar itu setara dengan 4,25 gram emas, 1 gram emas itu kurang lebih setara 900 ribu rupiah. 1 dinar dulu dengan dengan sama konversinya 4,25 gram emas. 

“1 ekor kambing dulu harganya 1 dinar, sekarang dengan emas 4,25 gram emas bisa beli seekor kambing juga, artinya nilai 1 dinar dulu dan satu dinar sekarang sama yaitu sama-sama menjaga nilai kebermanfaatan dan kemashalatan dapat beli 1 ekor kambing di 1400 th lalu dan sekarang juga sama bisa beli 1 ekor kambing juga,” jelasnya lagi. 

Disinilah, kata Talbani, peran penting urgensi dibentuk dan dibangun Bank Central syariah (Bank Indonesia Syairiah) yang mengamankan stabilitas finance sektor bertumpu dan adaptive dengan real sektor yang update tidak “jadul” dan tidak lekang akan zaman bahkan salah satu solusi jitu sampai akhir kiamat kelak.

"BI Syariah ini sebagai fungsi teratas dari Baitul Mal, jadi BI Syariah tempat solusi dari pemecahan masalah keuangan. Dia betul-betul mengatur stabilitas kehidupan bukan keuangan saja, dimana sarananya adalah emas," kata Mantan Kepala Cabang PNM pertama tahun 2003-2004 itu.  

Di satu sisi, kata Kepala Bidang Ekonomi Bisnis IKADI Provinsi Aceh itu, tentu ada tantangan tersendiri dalam menghadirkan BI Syariah karena bagi kaum yang melihat ini anti mainstream pasti akan mengatakan itu radikal. Padahal Islam itu datang untuk rahmatan lil alamin, memberikan rahmat kepada umat di penjuru dunia manapun. 

"Syariah bukan masalah angka, tapi masalah value (nilai) kemanusiaan yang lebih makmur. BI Syariah bisa mengembalikan kejayaan Islam dan mengayomi paham, pemikiran dan aliran manapun dalam hidup dan ber kehidupan yang berkeadilan dan sejahtera ," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda