DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pasca banjir yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, perhatian publik kini tertuju pada kelancaran distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai salah satu kebutuhan vital dalam proses pemulihan.
Untuk mencegah kepanikan masyarakat yang berpotensi memicu antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh mengajukan sejumlah opsi kepada PT Pertamina dan pemerintah daerah.
Presiden DEM Aceh, Faizar Rianda, mengatakan bahwa secara umum stok BBM di Aceh saat ini masih dalam kondisi aman.
Namun, menurutnya, kondisi pascabencana kerap memicu kepanikan massal yang berdampak pada melonjaknya permintaan secara tidak wajar.
“Kita tahu hari ini stok BBM di Aceh masih mencukupi, namun panic buying dari masyarakat juga tidak bisa sepenuhnya dibendung. Karena itu, kami berharap Pertamina memiliki langkah-langkah solutif untuk mencegah antrean panjang yang berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat pascabencana ini,” ujar Faizar kepada media dialeksis.com, Jumat, 5 Desember 2025.
Dalam upaya mengantisipasi lonjakan permintaan dan kemacetan pada jalur distribusi utama, DEM Aceh mengajukan empat rekomendasi strategis kepada Pertamina dan pemerintah daerah.
Pertama, penambahan pasokan serta penyaluran BBM subsidi ke jaringan Pertashop di wilayah terdampak banjir. Menurut Faizar, optimalisasi peran Pertashop dapat membantu mengurai beban antrean di SPBU besar, terutama di kawasan permukiman padat. Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat agar harga tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Pertashop harus benar-benar difungsikan sebagai alternatif distribusi, bukan justru menjadi celah bagi praktik penyimpangan harga,” tegasnya.
Kedua, DEM Aceh mengusulkan penyediaan BBM dalam kemasan praktis berukuran 1 hingga 2 liter, khususnya untuk pengguna sepeda motor. Skema ini dinilai efektif untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan mendesak tanpa harus mengantre lama di SPBU.
“Dengan kemasan kecil, masyarakat bisa membeli sesuai kebutuhan, dan antrean sepeda motor di SPBU bisa dikurangi secara signifikan,” jelas Faizar.
Ketiga, pengaturan dan pengawasan antrean oleh pemerintah daerah dengan melibatkan unsur TNI melalui Babinsa dan aparat Kepolisian. Kehadiran aparat dinilai penting untuk memastikan ketertiban, mencegah pembelian berlebihan, serta menghindari potensi konflik di lokasi pengisian.
Keempat, DEM Aceh mengusulkan penerapan pembatasan maksimal pengisian BBM, seperti mobil paling banyak 20 liter dan sepeda motor maksimal 10 liter per pengisian. Skema ini bertujuan agar distribusi BBM lebih merata dan tidak dikuasai oleh segelintir pihak.
“Pembatasan ini bukan untuk mempersulit masyarakat, tetapi agar semua bisa kebagian dan distribusi tetap adil,” ujar Faizar.
Tidak hanya sebatas menyampaikan rekomendasi, DEM Aceh juga menyatakan kesiapan untuk terlibat langsung sebagai relawan Pertamina dalam membantu pengawasan distribusi BBM di lapangan.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk komitmen mahasiswa dalam menjaga stabilitas energi di Aceh, khususnya pada masa darurat.
“Kami siap turun langsung membantu Pertamina agar program ini berjalan tertib, efektif, dan tepat sasaran. Ini bagian dari kontribusi moral mahasiswa terhadap daerah,” kata Faizar.
Faizar juga mengatakan pentingnya peran aktif masyarakat dalam mengawasi penyaluran BBM subsidi. Ia menilai, pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan aparat, tetapi juga membutuhkan kepedulian warga.
“Kami dari DEM Aceh menghimbau kepada seluruh masyarakat, apabila menemukan adanya praktik penimbunan atau penyalahgunaan BBM subsidi, segera melaporkannya kepada pihak Pertamina atau langsung kepada DEM Aceh. Pengawasan bersama ini penting agar BBM subsidi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak,” tutupnya.