Minggu, 25 Mei 2025
Beranda / Berita / Dunia / Warisan Abadi Baitul Asyi Hangatkan Hati Jamaah Aceh di Tanah Suci

Warisan Abadi Baitul Asyi Hangatkan Hati Jamaah Aceh di Tanah Suci

Minggu, 25 Mei 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Lukisan Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi (kiri) dan makamnya di Pulo Pisang, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen. Foto: serambiNews.com


DIALEKSIS.COM | Mekkah - Ribuan jemaah haji asal Aceh kembali merasakan kehangatan kasih dari tanah leluhur. Tahun ini, santunan tunai dari lembaga wakaf legendaris Baitul Asyi meningkat menjadi 2.000 riyal Arab Saudi (Rp8,7 juta) per orang, naik 500 riyal dari tahun sebelumnya. Sebanyak 4.758 jemaah haji Embarkasi Aceh pun tersentuh oleh kemurahan hati yang akarnya tertanam sejak dua abad silam.

“Alhamdulillah, tahun ini nominal santunan naik signifikan. Ini bukti keabadian amal jariyah,” ujar Saifullah M. Yunus, petugas kloter sekaligus panitia pembagian, saat dikonfirmasi melalui laman resmi Kemenag RI.

Kisah inspiratif ini berawal dari langkah heroik seorang ulama dan dermawan Aceh, Habib Bugak Al-Asyi, sekitar tahun 1222 Hijriah. Dengan visi jauh ke depan, ia membeli sebidang tanah di kawasan Qusyasyiah, Makkah, lalu mewakafkannya untuk membantu warga Aceh yang menunaikan haji atau menimba ilmu di Tanah Suci.

Seiring perluasan Masjidil Haram, aset wakaf tersebut sempat terdampak proyek pembangunan. Namun, pemerintah Arab Saudi memberikan kompensasi berupa dana tunai dan aset pengganti, yang kini dikelola secara profesional melalui investasi di sektor properti, perhotelan, dan perumahan. Hasil pengelolaan itulah yang menjadi sumber santunan tahunan bagi jemaah Aceh sebuah warisan yang terus berbuah kebaikan lintas zaman.

Bagi jemaah asal Aceh, santunan ini bukan hanya sekadar bantuan finansial, melainkan simbol solidaritas dan kasih sayang yang melampaui batas waktu. Sapri Samsudin (58), jemaah Kloter BTJ 04, tak mampu menyembunyikan harunya. “Ini adalah bukti bahwa orang Aceh tidak pernah sendiri. Ada cinta yang terjaga dari generasi ke generasi,” ujarnya sembari menahan air mata.

Tak sedikit penerima yang mengalirkan dana tersebut untuk berbagi kebahagiaan. Al Rayyan (45), misalnya, bertekad menyedekahkan sebagian santunan kepada keluarga di kampung halaman. “Ini rezeki suci yang harus dibagikan. Semoga jadi amal jariyah bagi penderma dan penerima,” tuturnya.

Sementara itu, pasangan Syahrul dan Enva memanfaatkan dana tersebut untuk menyempurnakan ibadah. “Kami akan bayar dam dan beli hewan kurban. Ini rezeki tak terduga yang sangat berarti,” ujar Syahrul, wajahnya sumringah.

Kisah Baitul Asyi menjadi bukti nyata keajaiban wakaf produktif dalam Islam. Meski sang penderma telah lama wafat, pahala terus mengalir melalui manfaat aset yang dikelola secara berkelanjutan. “Inilah kekuatan wakaf. Sedekah yang tak pernah putus, bahkan setelah kematian,” tegas Saifullah.

Di tengah gemerlap Kota Mekkah, jemaah Aceh pun menyepi sejenak. Mereka berdoa untuk Habib Bugak Al-Asyi dan seluruh pengurus wakaf. “Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan surga tertinggi. Santunan ini tak hanya meringankan beban, tapi juga menguatkan hati kami,” tutur Enva, mewakili ribuan hati yang tersentuh.

Sebagai penutup, Saifullah berharap tradisi mulia ini menginspirasi generasi muda Aceh untuk melanjutkan estafet kedermawanan. Sebab, dari sebidang tanah di abad ke-19, lahir berkah yang terus menghidupi ribuan jiwa hingga hari ini.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
hardiknas