kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Warga Rohingya Cari Keadilan ke Mahkamah Pidana Internasional

Warga Rohingya Cari Keadilan ke Mahkamah Pidana Internasional

Selasa, 14 Agustus 2018 12:37 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM I Warga Rohingya yang tergabung dalam kelompok Shanti Mohila (Perempuan Perdamaian) tengah bekerja dalam mengumpulkan kesaksian korban dan tanda tangan untuk melobi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) agar memberikan keadilan pada korban kejahatan pemerintah Myanmar.

Di kamp pengungsi terbesar dunia di Bangladesh, beberapa tim penyelidik diam-diam mendokumentasikan penderitaan warga minoritas Muslim Myanmar yang dialami pada 2017.

Tim yang terdiri dari profesional yang bekerja untuk pemerintah, PBB, kelompok hak asasi manusia, sampai para relawan akar rumput berusaha mengumpulkan bukti yang diharapkan bisa membantu warga Rohingya mendapat keadilan.

Sambil duduk bersila di gubuk bambu tak berjendela, penyelidik menekan tombol rekam kamera video dan meminta seorang perempuan Rohingya menceritakan malam ketika tentara Myanmar datang.

"Mereka menghancurkan pintu (rumah) kami. Mereka menarik suami saya keluar dan menembaknya," ujar perempuan berusia 20 tahun yang merupakan satu dari 700 ribu warga Rohingya yang terpaksa mengungsi ke Bangladesh setahun lalu.

"Mereka membunuh putra saya. Empat dari mereka memperkosa saya," kata perempuan yang tidak bisa disebut namanya karena alasan hukum. Hanya matanya yang terlihat dibalik kain yang menutupi wajahnya.

Pengungsi Rohingya lainnya yang juga memberi kesaksian adalah Nurjahan yang menjadi korban karena suami dan puteranya dibunuh. Dia bertekad untuk mendapatkan keadilan bagi suami dan puteranya serta remaja perempuan di desa asal yang diperkosa di bawah ancaman senjata.

Nurjahan termasuk dalam kelompok pertama dari 400 perempuan Rohingya pemberi cap jari pada satu berkas hukum yang secara resmi meminta penyelidikan oleh ICC.

"Kami kehilangan putra kami. Anak perempuan kami telah dilecehkan. Kami ingin keadilan bagi mereka," ujar Nurjahan kepada kantor berita AFP.

Kaum perempuan Rohingya bersaksi mereka menjadi korban perkosaan oleh militer setelah suami dan putera mereka dibunuh secara sistematis. (Handout via REUTERS)

Sementara itu Mohibullah, kepala masyarakat Rohingya, juga ikut bersuara "Tidak seorang pun yang bisa membantah ini," sambil membaca data pelecehan warga Rohingya yang telah dikumpulkan ke satu laptop tua. Data itu berisi laporan pemerkosaan beramai-ramai, pembakaran masjid dan pembunuhan.

Para pengacara yang mewakili warga Rohingya optimistis ICC akan memutuskan untuk melakukan penyelidikan. 

"Tetapi kemungkinan seseorang akan menjadi terdakwa di persidangan tidak begitu bagus," kata Wayne Jordash dari Global Rights Compliance yang mewakili kelompok Shanti Mohila.  

Sementara itu di belahan dunia lain, di satu kamp pengungsi, kliennya mengatakan siap menunggu dalam waktu yang lama.

"Kami tahu ini akan memakan waktu, bahkan bertahun-tahun. Kami tidak peduli. Kami hanya ingin keadilan," ujar Sukutara, anggota Shanti Mohila berusia 25 tahun.

"Bahkan jika saya meninggal, dan anak-anak saya yang akhirnya mendapat keadilan, saya akan senang." tutupnya. (CNN)


Keyword:


Editor :
Sadam

riset-JSI
Komentar Anda