Beranda / Berita / Dunia / Usai Dikudeta, Aung San Suu Kyi Dijerat Perkara Baru

Usai Dikudeta, Aung San Suu Kyi Dijerat Perkara Baru

Selasa, 16 Februari 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Aung San Suu Kyi. [Dok. Reuters]


DIALEKSIS.COM - Kepolisian Myanmar menjerat mantan Penasihat Negara yang dikudeta, Aung San Suu Kyi, dengan perkara baru.

Menurut kuasa hukum Suu Kyi, Khin Maung Zaw, penyidik Kepolisian Myanmar menjerat kliennya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam Mya.

Zaw menyatakan sampai saat ini dia belum bisa menemui Suu Kyi dengan alasan belum diberi wewenang menjadi kuasa hukum.

Mengenai kondisi Suu Kyi, Zaw hanya memberikan jawaban pendek.

"Tidak ada kabar berarti kabar baik. Kami sama sekali belum mendengar ada kabar buruk," kata Zaw.

Hari ini Suu Kyi menjalani sidang praperadilan melalui telekonferensi video karena penerapan protokol kesehatan.

Sidangnya akan dilanjutkan pada 1 Maret mendatang.

Sebelumnya Kepolisian Myanmar menjerat Suu Kyi dengan sangkaan mengimpor dan memiliki perangkat komunikasi radio walkie-talkie ilegal.

Sedangkan Presiden Win Myint dijerat dengan sangkaan melanggar protokol kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana Alam saat melakukan kampanye pemilu pada 2020 lalu.

Juru Bicara Junta Militer Myanmar, Brigjen. Zaw Min Tun, mengatakan Suu Kyi dan Win Myint saat ini ditahan di kediaman masing-masing dan dalam kondisi sehat.

Janji Pemilu Ulang

Tun mengatakan militer berjanji akan menggelar pemilihan umum ulang dan mengembalikan mandat kekuasaan kepada pemerintahan yang terpilih dalam pemilu.

"Tujuan kami adalah menggelar pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada partai yang menang. Kami berjanji pemilu akan terselenggara," kata Tun.

Tun mengatakan junta militer sudah memperkirakan jika pengambilalihan kekuasaan yang mereka lakukan akan menuai reaksi negatif dari dunia. Terutama soal ancaman penjatuhan sanksi.

Akan tetapi, Tun tetap berkeras membantah militer Myanmar melakukan kudeta. Dia juga meyakini situasi ini tidak membuat Myanmar dijauhi negara lain.

Selain itu, Tun mengatakan seluruh perjanjian dagang antara Myanmar dengan negara atau entitas usaha asing tidak akan terpengaruh.

Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin Penasihat Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint pada 1 Februari lalu.

Alasan militer melakukan kudeta adalah menjaga amanat Undang-Undang Dasar 2008 dan sengketa hasil pemilihan umum.

Militer Myanmar lantas menangkap Suu Kyi dan Win Myint, serta sejumlah politikus dari partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer menuduh ada indikasi kecurangan sehingga Partai Liga Nasional untuk Demokrasi memenangi pemilihan umum dan meraih 83 persen kursi di parlemen. Mereka menuduh pada pemilu yang dimenangkan Suu Kyi disebut terdapat setidaknya 8 juta pemilih palsu.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar membantah tuduhan kudeta itu.

Min Aung Hlaing mengatakan bakal menggelar pemilihan umum yang jujur dan bebas usai status masa darurat nasional selama satu tahun dinyatakan berakhir. (CNN Indonesia)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda