Beranda / Berita / Dunia / Upaya Kudeta di Ethiopia, Jenderal dan Gubernur Tewas Ditembak Pengawalnya

Upaya Kudeta di Ethiopia, Jenderal dan Gubernur Tewas Ditembak Pengawalnya

Senin, 24 Juni 2019 09:02 WIB

Font: Ukuran: - +

foto:kompas.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Staf Angkatan Etiopia Jenderal Seare Mekonnen dilaporkan ditembak mati pengawalnya sendiri di ibu kota Addis Ababa.

Perdana Menteri Abiy Ahmed mengatakan, Mekonnen dan perwira lainnya mencegah upaya kudeta yang tengah terjadi di pemerintah wilayah Amhara, Etiopia utara.

Dilaporkan BBC Indonesia Minggu (23/6/2019), di Amhara sendiri, Gubernur Ambachew Mekonnen juga tewas dibunuh bersama dengan seorang penasihatnya.

Kantor perdana menteri mengungkapkan, Jenderal Mekonnen tewas bersama dengan seorang jenderal lainnya, Gezai Abera. Adapun si pengawal kini telah ditahan.

Di Amhara, Gubernur Ambachew tewas bersama penasihat senior Ezez Wasie. Sementara jaksa agung dilaporkan terluka. Lake Ayalew ditunjuk sebagai penjabat gubernur.

Kantor perdana menteri kemudian menuduh kepala keamanan Regional Amhara, Asaminew Tsige, sebagai pihak yang merencanakan kudeta. Tak diketahui apakah dia sudah ditangkap.

Ahmed kemudian muncul di televisi sembari mengenakan seragam militer dan mengecam usaha kudeta itu. Sejak terpilih pada 2018, Ahmed berusaha mengakhiri penindasan politik.

Antara lain dia membebaskan para tahanan politik, mencabut larangan keberadaan partai politik, dan menuntut pejabat yang ditudah telah melanggar HAM.

"Upaya kudeta di Amhara bertentangan dengan konstitusi dan dimaksudkan untuk mengacaukan perdamaian di kawasan tersebut," demikian keterangan kantor PM.

Amhara menjadi begitu penting karena daerah asal kelompok etnis Amhara merupakan wilayah terpadat kedua di Etiopia, dengan Amharik menjadi bahasa negara.

Kawasan itu menjadi lokasi konflik etnis di mana puluhan orang tewas pada Mei lalu ketika suku Amhara terlibat bentrok dengan Gumuz di Amhara dan wilayah sekitar.

Kekerasan etnis yang biasanya dipicu oleh sengketa tanah telah menyebabkan sekitar tiga juta orang mengungsi. Amerika Serikat (AS) dilaporkan sudah mendengar insiden itu.

Melalui kicauan di Twitter, Kementerian Luar Negeri AS mengimbau kepada stafnya untuk tetap berada di gedung menyusul upaya kudeta pada Sabtu (22/6/2019).

Selain etnis, masalah lain yang dihaadapi oleh Ahmed adalah keresahan di internal militer. Oktober lalu, dia mengaku didatangi oleh ratusan tentara.

Para tentara itu meminta kenaikan gaji dan ada yang mengancam bakal membunuh. Ancaman itu jelas menakutkan. Sebab, Ahmed pernah menjadi korban upaya pembunuhan.

Dalam demonstrasi yang berlangsung Juni 2018, dia selamat dari serangan granat yang meledak dan menewaskan dua orang serta melukai 100 lainnya terluka.(imd/kompas)

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda