kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Temuan WHO Wabah Cacar Monyet Meningkat di 50 Negara

Temuan WHO Wabah Cacar Monyet Meningkat di 50 Negara

Minggu, 26 Juni 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

(Sumber: The Health Site)


DIALEKSIS.COM | Dunia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, wabah cacar monyet yang meningkat di lebih dari 50 negara harus dipantau secara ketat, Sabtu (25/6). Namun, penyakit ini belum dipertimbangkan sebagai sebagai darurat kesehatan global.

Komite darurat WHO mengatakan, banyak aspek dari wabah itu memang tidak biasa. Badan tersebut mengakui bahwa cacar monyet yang endemik di beberapa negara Afrika ini telah diabaikan selama bertahun-tahun.

"Sementara beberapa anggota menyatakan pandangan yang berbeda, komite memutuskan dengan konsensus untuk memberi tahu direktur jenderal WHO bahwa pada tahap ini wabah harus ditentukan bukan sebagai keadaan darurat kesehatan global," kata WHO dalam sebuah pernyataan.

WHO tetap menunjuk pada "sifat darurat" dari wabah. Badan ini pun mengatakan, mengendalikan penyebarannya membutuhkan tanggapan intens.

Komite Darurat WHO mengatakan, wabah itu harus dimonitor dan ditinjau secara ketat setelah beberapa minggu. Namun, mereka akan merekomendasikan penilaian ulang sebelum itu jika perkembangan baru tertentu muncul. Perkembangan tersebut seperti kasus di antara pekerja seks, menyebar ke negara lain atau di dalam negara yang sudah memiliki kasus, peningkatan keparahan kasus, atau tingkat penyebaran yang meningkat.

Mendeklarasikan darurat kesehatan global berarti bahwa krisis kesehatan adalah peristiwa “luar biasa” yang membutuhkan respons yang dikelola secara global. Keputusan itu pun akan membuat suatu penyakit berisiko tinggi menyebar ke seluruh perbatasan.

WHO sebelumnya membuat deklarasi serupa untuk penyakit termasuk Covid-19, Ebola di Kongo dan Afrika Barat, Zika di Brasil, dan upaya berkelanjutan untuk menghapus polio. Deklarasi darurat sebagian besar berfungsi sebagai permohonan untuk menarik lebih banyak sumber daya global dan perhatian terhadap wabah. Pengumuman sebelumnya memiliki dampak yang beragam, mengingat WHO sebagian besar tidak berdaya ketika mencoba meyakinkan negara untuk bertindak.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreysus mengadakan rapat komite darurat pada Kamis (24/6). Pertemuan ini usai menyatakan keprihatinan tentang epidemi cacar monyet di negara-negara yang sebelumnya tidak melaporkan penyakit tersebut.

"Apa yang membuat wabah saat ini mengkhawatirkan adalah penyebaran yang cepat dan terus-menerus ke negara dan wilayah baru dan risiko penularan lebih lanjut dan berkelanjutan ke populasi yang rentan termasuk orang-orang yang kekebalannya terganggu, wanita hamil dan anak-anak,” kata kepala WHO itu.

Cacar monyet telah membuat orang sakit selama beberapa dekade di Afrika tengah dan barat. Namun sampai bulan lalu, penyakit tersebut belum diketahui menyebabkan wabah yang signifikan di beberapa negara pada saat yang sama dan melibatkan orang-orang yang tidak memiliki hubungan perjalanan ke benua tersebut.

WHO mengatakan minggu ini telah mengkonfirmasi lebih dari 3.200 infeksi cacar monyet di sekitar 40 negara yang sebelumnya tidak melaporkan penyakit tersebut. Sebagian besar kasus terjadi pada pria gay, biseksual atau berhubungan seks dengan pria lain, dan lebih dari 80 persen kasus terjadi di Eropa.

Orang dengan cacar monyet sering mengalami gejala seperti demam, nyeri tubuh dan ruam. Sebagian besar gejala sembuh dalam beberapa minggu tanpa memerlukan perawatan medis.

Cacar monyet di Afrika sebagian besar menyerang orang yang melakukan kontak dengan hewan liar yang terinfeksi, seperti hewan pengerat atau primata. Ada sekitar 1.500 kasus cacar monyet yang dilaporkan, termasuk 70 kematian, di Kongo, Kamerun, dan Republik Afrika Tengah.

Versi penyakit yang menular di luar Afrika biasanya memiliki tingkat kematian kurang dari 1 persen. Sedangkan versi yang terlihat di Afrika dapat membunuh hingga 10 persen orang yang terkena.

WHO juga menciptakan mekanisme pembagian vaksin untuk cacar monyet, yang dapat membuat vaksin masuk ke negara-negara kaya seperti Inggris, yang saat ini memiliki wabah terbesar di luar Afrika. Beberapa ahli memperingatkan bahwa hal itu dapat memperkuat ketidaksetaraan mendalam yang terlihat antara negara-negara kaya dan miskin selama pandemi virus korona [Republika/apnews.com]. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda