Suu Kyi Bahas Krisis Rohingya
Font: Ukuran: - +
Foto: Shutterstock
DIALEKSIS.COM | Hanoi - Dalam menghadapi kecaman global, pemimpin Birma dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi mengatakan bahwa penanganan untuk 700.000 Muslim Rohingya, yang telah melarikan diri ke Bangladesh setelah operasi militer yang brutal, bisa menjadi lebih baik, tetapi ia tetap membela pasukan keamanan dari tuduhan melakukan kejahatan terhadap warga sipil.
Tentara Birma dituduh melakukan perkosaan massal, pembunuhan dan membakar ribuan rumah setelah serangan Agustus 2017 oleh militan Rohingya di pos-pos keamanan. Sebuah laporan yang dikeluarkan dua minggu lalu oleh tim hak asasi manusia AS yang ditunjuk khusus telah merekomendasikan penuntutan terhadap para komandan senior Burma untuk kejahatan genosida dan kejahatan lainnya.
"Kita harus adil terhadap semua pihak," kata Suu Kyi. "Aturan hukum harus berlaku untuk semua orang. Kita tidak bisa pilih-pilih." Tegasnya
Suu Kyi juga menolak kritik atas vonis terhadap dua wartawan kantor berita Reuters, yang membantu mengekspos pembunuhan di luar hukum terhadap 10 pria dan anak laki-laki Rohingya, adalah sebuah sandiwara persidangan.
"Kasus tersebut telah diselenggarakan di pengadilan terbuka," kata Suu Kyi. "Jika ada yang merasa telah mengalami kegagalan keadilan, saya ingin mereka menunjukkannya."
Kedua wartawan itu dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara atas tuduhan memiliki rahasia negara. Wakil Presiden AS Mike Pence telah mengutuk putusan terhadap kedua jurnalis Reuters dan menyerukan pembebasan mereka.
"Mereka tidak dipenjarakan karena mereka wartawan," kata Suu Kyi. "Mereka dipenjara karena ... pengadilan memutuskan mereka telah melanggar Undang-undang Rahasia Negara." Dan, keduanya masih dimungkinkan untuk mengajukan banding atas hukuman mereka.
Phil Robertson, wakil direktur Asia Human Rights Watch (HRW), mengatakan bahwa Suu Kyi salah dalam mengatakan bahwa kasus itu ditangani sesuai dengan "aturan hukum".
"Dia gagal memahami bahwa 'aturan hukum' yang sebenarnya berarti menghormati bukti yang disajikan di pengadilan, tindakan yang diambil berdasarkan undang-undang yang jelas dan proporsional, dan independensi peradilan dari pengaruh oleh pemerintah atau pasukan keamanan," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Berdasarkan semua hal ini, persidangan jurnalis Reuters gagal." Ucap Robertson
Kasus ini telah menarik perhatian dunia yang menjelaskan bahwa perubahan demokratis di Burma telah terhenti di bawah pemerintahan sipil Suu Kyi, yang mengambil alih kekuasaan pada tahun 2016. (Elaine/nwaonline)