kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Sepanjang Tahun, 900 Imigran Tenggelam di Laut Tengah

Sepanjang Tahun, 900 Imigran Tenggelam di Laut Tengah

Rabu, 28 Agustus 2019 08:10 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi para imigran melompat ke laut saat kapal akan terbalik di lepas pantai Libya. [FOTO: Tempo.co/Marina Militare/AP Photo]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mencatat, sepanjang tahun 2019, setidaknya 900 imigran tenggelam di Laut Mediterania (Laut Tengah), dalam perjalanan mereka menuju Eropa. 

Terbaru, kapal yang membawa puluhan imigran Afrika menuju Eropa dilaporkan terbalik di Laut Mediterania, di lepas pantai Libya, pada Selasa (27/8/2019) waktu setempat.

PBB memprediksi, setidaknya 40 orang hilang dan tenggelam dalam insiden tersebut, seperti dilansir CNN Indonesia yang mengutip Associated Press, Rabu (28/8/2019).

Insiden terbaliknya kapal ini menjadi 'bencana maritim' terbaru yang melibatkan kaum imigran dalam perjalanannya mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa.

UNCHR menerangkan, pada Juli lalu, sekitar 150 orang hilang dan tenggelam saat dua kapal yang mengangkut 300 warga Libya terbalik di laut lepas. Pada Januari, 17 orang dilaporkan tewas dan hilang. Sementara pada Mei, sekitar 80 orang tenggelam saat kapal bergerak dari Tunisia.  

"Jika diakumulasikan, sebanyak 900 orang tenggelam di Laut Mediterania sepanjang 2019," ujar Juru Bicara Badan Pengungsi PBB, Charlie Yaxley.

Eropa Harus Terima

Sementara itu, dua minggu lalu, UNHCR mendesak negara-negara Eropa agar mengizinkan dua kapal penyelamat menurunkan lebih dari 500 imigran yang terkatung-katung di laut saat negara-negara itu bertengkar tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas kedatangan para imigran itu.

Para imigran tersebut diselamatkan saat berupaya menyeberangi Laut Mediterania dari Afrika Utara. Penyelamatan dilakukan oleh dua kapal sewaan yang dibiayai sejumlah kelompok nirlaba.

Seperti dilansir Tempo.co, 14 Agustus 2019, Pemerintah Italia telah melarang kapal itu memasuki teritorial negara tersebut. Hal serupa dilakukan negara kepulauan Malta yang tak mau kapal-kapal pembawa imigran itu bersandar di negara itu.

Menurut Palang Merah Internasional, pada tahun ini jumlah imigran yang bisa berlindung ke Eropa melalui jalur laut secara substansi telah menurun banyak.

Utusan Palang Merah Internasional untuk wilayah Mediterania, Vincent Cochetel,   mengatakan, pada 2019 hampir 600 orang tewas atau hilang di laut saat berlayar dari Libya menuju Malta atau Italia. 

Mereka menyebutkan, banyak dari imigran itu adalah orang-orang yang selamat dari tindak kekerasan mengerikan di Libya. 

Libya menjadi titik persimpangan utama bagi para imigran menuju Eropa setelah penggulingan dan kematian diktator Moammar Gadhafi pada 2011 lalu. 

Hal itu membuat negara-negara di Afrika Utara terperosok dalam kekacauan milisi bersenjata dan runtuhnya pemerintahan. 

Selama beberapa tahun terakhir, Uni Eropa telah bekerja sama dengan penjaga pantai dan militer Libya untuk menghentikan penyeberangan laut yang berbahaya itu. 

Kelompok HAM mengatakan, hal tersebut justru membuat para imigran harus semakin terpuruk dengan kungkungan kelompok milisi bersenjata tanpa persediaan makanan dan air yang memadai. 

Setidaknya sebanyak 6 ribu imigran asal Eritrea, Ethiopia, Somalia, Sudan, dan negara lain dikurung dalam puluhan fasilitas penahanan di Libya yang dikelola milisi. 

Lebih dari 3 ribu imigran berada dalam bahaya. Pasalnya, pusat-pusat penahanan di dalam dan sekitar Tripoli berdekatan dengan lokasi pertempuran. Dilaporkan sebanyak 44 orang tewas pada Juli lalu akibat serangan udara di pusat penahanan migran. (me/dbs)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda