Redakan Protes Mahasiswa, Bank Sentral Sri Lanka Amankan Devisa untuk Bahan Bakar
Font: Ukuran: - +
Sepasang suami istri mengantre untuk membeli bensin di sebuah pompa bensin di Kolombo pada Rabu (18/5/2022). [Foto: Adnan Abidi/Reuters]
DIALEKSIS.COM | Kolombo - Bank sentral Sri Lanka telah mengamankan devisa untuk membayar pengiriman bahan bakar dan gas untuk memasak yang akan meringankan, kata gubernurnya di tengah protes mahasiswa, mengutip Aljazeera, Jumat (20/5/2022).
Sebagian besar stasiun pengisian bensin Sri Lanka telah mengering ketika negara pulau itu berjuang melawan krisis ekonomi paling parah sejak kemerdekaan pada tahun 1948.
Lalu lintas sangat sepi. Warga mengatakan kebanyakan orang tinggal di rumah karena kurangnya transportasi.
Sementara itu, ratusan mahasiswa dari Federasi Mahasiswa Antar Universitas yang membawa bendera hitam berbaris di area benteng tengah Kolombo, meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah. Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air berkali-kali untuk mendorong mereka mundur.
Gubernur bank sentral P Nandalal Weerasinghe mengatakan pada konferensi pers bahwa dolar yang cukup telah dikeluarkan untuk membayar pengiriman bahan bakar dan gas memasak, menggunakan sebagian $130 juta yang diterima dari Bank Dunia dan pengiriman uang dari orang-orang Sri Lanka yang bekerja di luar negeri.
Bank sentral juga mengatakan akan menurunkan jumlah maksimum mata uang asing yang dapat dimiliki individu menjadi $10.000 dari $15.000 dan menghukum siapa pun yang memegangnya selama lebih dari tiga bulan.
Weerasinghe mengatakan orang harus menempatkan kelebihan mata uang asing mereka di bank atau mengubahnya menjadi mata uang lokal dalam waktu dua minggu. Setelah waktu itu, pejabat bank sentral dan polisi akan melakukan razia dan siapa pun yang melanggar aturan baru akan didenda, katanya.
Krisis ekonomi Sri Lanka muncul akibat pandemi Covid-19 yang menghantam ekonomi dimana negara kepualauan itu bergantung pada pariwisata, kenaikan harga minyak dan pemotongan pajak populis oleh pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, Mahinda, yang mengundurkan diri sebagai perdana menteri pekan lalu.
Faktor lain termasuk harga bahan bakar domestik yang disubsidi secara besar-besaran dan keputusan untuk melarang impor pupuk kimia, yang menghancurkan sektor pertanian. [Aljazeera]