kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Presiden Rusia Tegaskan Hina Nabi Muhammad Bukan Ekspresi Kebebasan

Presiden Rusia Tegaskan Hina Nabi Muhammad Bukan Ekspresi Kebebasan

Minggu, 26 Desember 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Presiden Rusia Vladimir Putin (Grigory Dukor/Pool Photo via AP)


DIALEKSIS.COM | Dunia - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad tidak bisa dianggap sebagai ekspresi kebebasan seni. Putin menyebut penghinaan terhadap nabi adalah pelanggaran kebebasan beragama.

Dalam konferensi pers akhir tahun dikutip dari TASS, Putin juga mengkritik unggahan foto Nazi di situs web seperti yang berjudul Resimen Abadi dan didedikasikan untuk Rusia yang tewas dalam Perang Dunia Kedua.

Putin mengatakan tindakan ini menimbulkan pembalasan ekstremis seperti serangan terhadap kantor redaksi majalah Charlie Hebdo di Paris setelah penerbitan kartun nabi.

Meski begitu, Putin memuji kebebasan artistik secara umum. Namun, ia mengatakan kebebasan artistik memiliki batasan dan tidak boleh melanggar kebebasan lain. Putin juga menyebut Rusia telah berkembang sebagai negara multietnis sehingga rakyatnya terbiasa menghormati tradisi satu sama lain.

Pada 2020, Presiden Vladimir Putin mengungkapkan kemarahannya atas penerbitan kartun Nabi Muhammad oleh media satire Charlie Hebdo dan insiden pembunuhan seorang guru di Prancis.

Putin mengatakan ada keseimbangan yang baik antara mengekspresikan diri dan menghina perasaan seluruh kelompok orang. "Di mana batas kebebasan yang satu dengan kebebasan yang lain?," tanya Putin dalam konferensi pers akhir tahun 2020.

Kemudian Putin menjawab, ketika kebebasan seseorang dimulai, maka kebebasan orang lain harus diakhiri.

"(Mereka yang) bertindak sembarangan, menghina hak dan perasaan orang beragama, harus selalu ingat akan ada reaksi balik yang tak terhindarkan. Tapi, di sisi lain, ini tidak boleh agresif," tambahnya seperti dikutip dari RT.

Pernyataan Putin tersebut merujuk pada penerbitan kartun Nabi Muhammad oleh media satire Charlie Hebdo dan insiden pemenggalan seorang guru bernama Samuel Paty. Dia mengatakan dua hal itu sebagai bukti bahwa "multikulturalisme telah gagal" di negara Barat [cnnindonesia.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda