Rabu, 12 Maret 2025
Beranda / Berita / Dunia / Pemerintahan Trump Siapkan Kebijakan Baru: Batasi Visa bagi Negara Mayoritas Muslim

Pemerintahan Trump Siapkan Kebijakan Baru: Batasi Visa bagi Negara Mayoritas Muslim

Selasa, 11 Maret 2025 11:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Presiden AS Donald Trump. Foto:  reuters/Carlos Barria


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintahan Donald Trump tengah menyusun kebijakan yang akan melarang masuk dan membatasi pemberian visa bagi warga negara dari sejumlah negara Muslim atau negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kebijakan ini, yang dirancang untuk “melindungi Amerika Serikat dari teroris asing dan ancaman lainnya,” disusun melalui serangkaian perintah eksekutif.

Larangan masuk tersebut, yang akan diberi kode “merah,” diperkirakan tetap mencakup negara-negara yang pernah masuk dalam kategori larangan sebelumnya. 

Seorang pejabat, dikutip dari New York Times, menyatakan bahwa daftar negara tersebut tidak akan mengalami perubahan signifikan dalam periode ini. Di antara negara-negara yang menjadi sasaran terdapat Iran, Suriah, Yaman, Sudan, dan Somalia. Selain itu, Venezuela, Kuba, dan Korea Utara juga termasuk dalam kategori pembatasan.

Sumber lain mengungkapkan bahwa draf kebijakan secara tentatif juga mencantumkan Afghanistan sebagai negara yang akan dilarang keras memasuki wilayah AS. Kebijakan ini merupakan bagian dari perintah eksekutif Trump yang mengusung judul “Melindungi Amerika Serikat dari teroris asing dan lainnya.” 

Dalam draf yang dikutip USA Today pada Senin (10/3), disebutkan,“Perintah eksekutif ini untuk melindungi warga AS dari] orang asing yang bermaksud melakukan serangan teroris, mengancam keamanan nasional, menganut ideologi kebencian, atau mengeksploitasi undang-undang imigrasi untuk tujuan jahat.”

Perintah tersebut memberikan tenggang waktu 60 hari kepada Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Jaksa Agung Pam Bondi, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, dan Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard untuk mengidentifikasi negara-negara yang akan dikenai larangan dan menerapkan kebijakan tersebut.

Hingga kini, pejabat Gedung Putih belum memberikan kepastian mengenai warga negara mana saja yang akan terpengaruh. "Belum ada keputusan terkait kemungkinan larangan bepergian yang telah dibuat, dan siapa pun yang mengklaim sebaliknya tidak tahu apa yang mereka bicarakan," ungkap seorang pejabat.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan bahwa semua program visa tengah ditinjau kembali sesuai dengan perintah eksekutif. Dalam pernyataannya, Kemlu menegaskan bahwa setiap pemohon visa wajib menjalani pemeriksaan menyeluruh mencakup data rahasia dan informasi publik dari berbagai instansi pemerintah untuk memastikan identitas dan mengidentifikasi potensi ancaman terhadap keamanan nasional. Setelah visa diterbitkan, pemegangnya akan menjalani pemeriksaan berulang guna memastikan kelayakan mereka.

Selain itu, kebijakan baru ini akan memberlakukan sistem kode lain. Negara dengan kode “oranye” akan mendapatkan akses terbatas meskipun tidak sepenuhnya dilarang, sedangkan negara dengan kode “kuning” diberikan waktu 60 hari untuk memperbaiki “kekurangan” yang ada sebelum menghadapi pembatasan lebih lanjut.

Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian larangan yang pernah diberlakukan oleh Trump terhadap warga dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Pada fase pertama, warga dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman dilarang masuk selama 90 hari, pengungsi diblokir selama 120 hari, dan perjalanan dari Suriah ditangguhkan.

Langkah ini kembali menimbulkan perdebatan, mengingat dampaknya yang luas terhadap hubungan internasional dan hak asasi manusia. Pemerintahan Trump berharap kebijakan ini dapat meningkatkan keamanan nasional, namun kritikus menyatakan bahwa pendekatan semacam ini berpotensi memicu ketegangan baru di arena global.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    ultah dialektis
    bank Aceh
    dpra
    bank Aceh pelantikan
    pers