Beranda / Berita / Dunia / Pakistan Vonis Mati 4 Pria atas Tuduhan Penistaan Al-Qur'an

Pakistan Vonis Mati 4 Pria atas Tuduhan Penistaan Al-Qur'an

Minggu, 26 Januari 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi penistaan agama islam, Foto: ist

DIALEKSIS.COM | Pakistan - Pengadilan di Rawalpindi, Pakistan barat laut, menjatuhkan hukuman mati terhadap empat pria atas tuduhan penistaan agama. Keempat terdakwa, yakni Rana Usman, Ashfaque Ali, Salman Sajjad, dan Wajid Ali, dinyatakan bersalah karena mem-posting materi yang dianggap menghina Al-Qur'an dan tokoh-tokoh Islam. Putusan ini dijatuhkan oleh hakim Tariq Ayub pada Sabtu (25/1). Selain hukuman mati, keempat terdakwa juga dikenai denda lebih dari USD 16.000.

Hakim Ayub menyatakan bahwa penghinaan terhadap tokoh-tokoh suci umat Islam dan Al-Qur'an merupakan pelanggaran serius yang tidak dapat dimaafkan.

"Tindakan tersebut tidak pantas mendapatkan pengampunan," tegasnya dalam persidangan.

Di Pakistan, undang-undang penistaan agama memungkinkan hukuman mati bagi siapa pun yang terbukti bersalah menghina agama Islam. Vonis terhadap keempat terdakwa ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk dari pengacara mereka, Manzoor Rahmani. 

"Keraguan dalam kasus seperti ini sering diabaikan oleh pengadilan," ujar Rahmani kepada Radio Free Europe/Radio Liberty (RFERL), Minggu (26/1). 

Menurutnya, tekanan dari otoritas agama dan ancaman kekerasan massa kerap memengaruhi putusan hakim. Rahmani mengonfirmasi bahwa ia akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi di Punjab bagian timur.

Undang-undang penistaan agama di Pakistan telah lama menuai kritik internasional. Menurut Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), tuduhan penistaan agama sering kali berujung pada hukuman berat, termasuk hukuman mati dan kurungan isolasi. Para kritikus menilai undang-undang ini kerap disalahgunakan untuk menyerang kelompok minoritas agama atau menyelesaikan konflik pribadi.

Sejak diberlakukan pada 1987, lebih dari 2.000 orang telah dituduh melanggar undang-undang ini. Hampir 100 orang dilaporkan tewas tanpa proses pengadilan, sementara puluhan lainnya masih menjalani hukuman mati. Keempat terdakwa dalam kasus ini pertama kali didakwa pada 2022 berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kejahatan Elektronik, yang juga menuai kritik dari aktivis hak asasi manusia karena dianggap membatasi kebebasan berekspresi di Pakistan.

Majelis Nasional Pakistan baru-baru ini mengesahkan amandemen undang-undang yang memberi pemerintah kekuasaan lebih besar untuk mengawasi media sosial. Langkah ini kembali mendapat sorotan dari kelompok hak asasi manusia, yang menilai kebijakan tersebut akan memperburuk pembatasan kebebasan berpendapat di negara itu.

Keputusan pengadilan terhadap keempat terdakwa dan amandemen undang-undang ini menjadi perhatian komunitas internasional. Banyak pihak menyerukan reformasi hukum di Pakistan untuk melindungi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia secara lebih luas.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI