kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Menkeu Bahas Pajak Ekonomi Digital Indonesia di Jepang

Menkeu Bahas Pajak Ekonomi Digital Indonesia di Jepang

Sabtu, 08 Juni 2019 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia saat memaparkan materi di pertemuan G20 Ministerial Symposium on International Taxation di Jepang, Sabtu (8/6/2019). (Foto: Ist.)

DIALEKSIS.COM | Tokyo - Indonesia melalui Kementerian Keuangan turut berpartisipasi dalam pertemuan G20 Ministerial Symposium on International Taxation Session I dengan tema "Tax Challenges Arising from Digitalization" atau "Tantangan Perpajakan di Era Digital" di Jepang, Sabtu (8/6/2019).

Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menjadi salah satu panelis dalam acara yang bertempat di Hotel Hilton Fukuoka, Jepang itu. Sri Mulyani membahas tantangan perpajakan Indonesia di era digital bersama panelis lainnya seperti Menkeu Jepang Taro Aso, Sekjen OECD: Angel Gurria, Menkeu China Liu Kun, Menkeu Perancis Bruno Le Maire, Menkeu Inggris Phillip Hammond dan Menkeu USA Steven Mnuchin.

"Era digital telah memengaruhi berbagai hal dalam kehidupan masyarakat termasuk perpajakan. Dengan 260 juta populasi penduduk dan 100 jutaan pengguna internet, realisasi penerimaan perpajakan masih belum tercermin dari besaran pengguna internet dan jumlah penduduk tersebut," kata Sri Mulyani di acara tersebut.

Dia memaparkan, di era digital, Indonesia menghadapi beberapa tantangan.

Pertama, sebut dia, salah satu aspek yang harus diperhatikan, perpajakan tidak hanya berdasarkan physical presence atau kehadiran secara fisik dari para pengusaha yang melakukan kegiatan di Indonesia. 

Selanjutnya, dengan kompleksitas struktur ekonomi digital, pemerintah tertantang untuk membuat formulasi kebijakan, khususnya perhitungan kuantitatif terkait significant presence

"Tantangan lain adalah bagaimana mendefinisikan low or no tax jurisdictions dan juga bagaimana mengalokasikan hak pemajakan, terutama formula dan dasar perhitungannya," sebut Sri Mulyani kepada Dialeksis.com.

Karena itu, kata dia, prioritas tertinggi Pemerintah Indonesia saat ini adalah melakukan redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment. (red)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda