Mahasiswa Harvard asal Palestina Ditolak Masuk ke AS Akibat Medsos
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Seorang remaja Palestina yang sudah diterima masuk di Universitas Harvard ditolak masuk ke Amerika Serikat karena petugas keberatan dengan postingan temannya di media sosial.
Ismail Ajjawi yang tinggal di Lebanon, seperti dilansir BBC Indonesia, Kamis (29/8/2019), mengatakan ia diinterogasi selama berjam-jam ketika tiba di bandara Boston, AS, Jumat (23/8/2019) lalu.
Remaja 17 tahun itu mengatakan petugas imigrasi membatalkan visanya sesudah menggeledah laptop dan telepon genggamnya.
Ia memprotes menyatakan posting media sosial itu tak ada hubungan dengannya, tetapi petugas berkeras bahwa ia "tak bisa diizinkan masuk" ke AS.
Juru Bicara Customs and Border Protection (CBP) setempat, Michael McCarthy, mengatakan keputusan itu dibuat "berdasarkan informasi yang ditemukan pada saat inspeksi yang dilakukan oleh CBP".
McCarthy menolak untuk berkomentar mengenai kasus Ismail secara spesifik, terkait dengan kerahasiaan.
Ismail Ajjawi, yang memperoleh beasiswa untuk belajar di AS ini, telah kembali ke Lebanon sejak peristiwa itu terjadi.
Sebelumnya, seperti dilansir TheTimes.co.uk, Kamis (29/8/2019), Ajjawi mendapat beasiswa penuh dari program The Hope Fund yang dijalankan yayasan di AS, Amideast.
Dia sudah lulus tes dan siap untuk kuliah di Universitas Harvard pada Jurusan Biologi.
Universitas Harvard mengatakan "pihak kami bekerja erat dengan pihak keluarga dan pihak berwenang terkait untuk menyelesaikan masalah ini" sebelum perkuliahan dimulai pada 3 September mendatang.
Sebuah lembaga non-profit di Amerika juga menyediakan bantuan hukum kepada Ajjawi.
Aturan Baru Sejak 2018
Bulan Juni tahun ini, Kementerian Luar Negeri AS menyatakan hampir seluruh pelamar visa Amerika harus mencantumkan rincian akun media sosial mereka berdasarkan peraturan yang baru ditetapkan.
Mereka menyatakan para pelamar visa harus mencantumkan nama akun media sosial dan alamat surel serta nomer telepon mereka dalam lima tahun terakhir.
Pemerintahan Presiden Donald Trump pertama kali mengusulkan hal ini pada bulan Maret 2018.
Pihak berwenang saat itu memperkirakan sekitar 14,7 juta orang akan terpengaruh kebijakan itu setiap tahunnya.
Pelamar untuk visa diplomatik dan resmi dikecualikan dari aturan baru tersebut.(me/dbs)