lira anjlok, Erdogan Pecat Kepala Bank Sentral
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM - Turki di ambang krisis setelah lira sedang menuju aksi jual terbesar dalam tiga tahun terakhir. Pemecatan tiga Gubernur Bank Sentral dalam dua tahun, yang dilakukan Presiden Recep Tayyip Erdogan, membuat investor cemas.
Mata uang Turki lira anjlok hampir 16 persen pada Senin (22/3/2021), setelah Presiden Erdogan lagi-lagi memecat gubernur bank sentral. Menurut The Wall Street Journal, Erdogan secara mengejutkan memutuskan untuk memecat Gubernur Bank Sentral Naci Agbal pada Sabtu (20/3/2021), dan menunjuk Sahap Kavcioglu sebagai pengganti.
Agbal adalah gubernur bank sentral ketiga yang dilengserkan oleh Erdogan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Ia diangkat pada November 2020 dan telah menaikkan suku bunga untuk melawan tingkat inflasi yang melambung di atas 15 persen.
Saat itu, Agbal digadang-gadang sebagai kekuatan kunci yang akan menyelamatkan lira dari posisi terendah dalam sejarah.
Keputusan Erdogan untuk memberhentikan Agbal sontak mengejutkan investor lokal maupun asing, yang selama ini telah memuji kebijakan moneter bank sentral Turki di bawah kepemimpinan Naci Agbal. Penunjukan Sahap Kavcioglu, mantan bankir dan anggota parlemen partai yang berkuasa, justru memicu kekhawatiran pembalikan kenaikan suku bunga baru-baru ini.
Yang jelas, pemecatan Agbal telah berdampak nyata di bursa saham Istanbul, dan menimbulkan kekhawatiran tentang akibat pada biaya pinjaman Turki. Perdagangan di bursa bahkan sempat dihentikan sementara karena penurunan harga saham yang sangat tajam telah memicu pemutus arus otomatis.
Dilaporkan Bloomberg, anjloknya lira telah menempatkannya mendekati rekor terendah yang dicapai pada 6 November, sehari sebelum Agbal diangkat. Lira kini diperdagangkan pada 7,919 terhadap dolar Amerika di New York, setelah melemah ke 8,4707 pada jam-jam awal perdagangan di Asia.
Namun, setelah sempat turun tajam, nilai tukar lira berhasil merangkak naik 7 persen. Kenaikan ini terjadi setelah investor sedikit tenang karena Menteri Keuangan Lutfi Elvan memastikan bahwa Turki akan tetap berpegang pada aturan pasar bebas.
Pemecatan itu juga meluluh-lantakkan bursa saham. Indeks Bursa Istanbul kehilangan lebih dari 9 persen. Investor juga menjual saham bank Eropa yang memiliki hubungan dengan Turki. "Penggantian gubernur bank sentral merupakan pukulan besar bagi kepercayaan investor di Turki," kata Adam Cole, kepala strategi mata uang di RBC Capital Markets.
Suku bunga vs Inflasi
Investor asing mengatakan langkah Erdogan menambah kekhawatiran bahwa bank sentral kehilangan kemandiriannya dari pengaruh politik. Hal ini mengurangi kredibilitas pembuat kebijakan dan melemahkan selera mereka untuk membeli aset Turki.
Selama Agbal memimpin Bank Sentral, dia menaikkan suku bunga utama negara itu sekitar 450 basis poin menjadi 19 persen. Dilansir CNBC, sebagian ekonom merespons kenaikan bunga itu secara positif, dan meyakini bahwa langkah itu memang diperlukan untuk menjinakkan inflasi tinggi Turki dan menstabilkan lira.
"Ini adalah keputusan yang benar-benar bodoh oleh Erdogan dan pasar akan mengungkapkan pendapat mereka pada hari Senin dan kemungkinan akan menjadi reaksi yang buruk," Timothy Ash, ahli strategi pasar negara berkembang senior di Bluebay Asset Management, menanggapi kebijakan Erdogan.
Ia menilai, selama lima bulan bertugas, Agbal sudah dapat meningkatkan kepercayaan investor dan arus masuk portofolio mencapai AS$10 miliar, bahkan apresiasi lira naik 18 persen.
Keberhasilan Agbal memperbaiki ekonomi dengan menaikkan suku bunga memantik kemarahan Presiden Erdogan, yang bertahun-tahun mencelanya sebagai "jahat."
Sebaliknya, pengganti Agbal, Sahap Kavcioglu, diyakini lebih fleksibel terhadap tuntutan Erdogan. Sebelum ditunjuk menjadi Gubernur Bank Sentral, Kavcioglu menulis di kolom surat kabar bahwa tarif yang lebih tinggi tidak akan memperbaiki masalah Turki. Dalam pernyataan pertamanya sebagai gubernur bank sentral pun Kavcioglu tidak menyebutkan kelanjutan pengetatan moneter.
Hal ini membuat tanggapan atas kebijakan Erdogan semakin negatif. "Turki kembali dilanda krisis kebijakan moneter," tulis analis di Societe Generale dalam sebuah catatan hari Senin. “Dengan pencopotan Naci Agbal, Turki kehilangan salah satu jangkar kredibilitas institusionalnya yang tersisa.”
Analis dan bank internasional memperkirakan lira akan turun lebih jauh jika bank sentral tidak menaikkan suku bunga. "Inflasi kemungkinan akan meningkat karena lira jatuh lagi, ekspektasi inflasi meningkat, dan berbagai faktor global semakin membebani situasi," kata Erik Meyersson, ekonom senior di Handelsbanken Macro Research di Stockholm, kepada CNBC.
Erdonomics
Jeffrey Halley, seorang analis pasar senior di perusahaan pertukaran mata uang Oanda mengatakan bahwa Presiden Erdogan memiliki merek ekonominya sendiri. "Dasar pemikiran Erdonomics adalah bahwa suku bunga yang lebih tinggi menyebabkan inflasi yang lebih tinggi, sebuah teori yang bertentangan dengan teori ekonomi konvensional di mana-mana," kata Halley kepada BBC.
Halley mengatakan, suku bunga tinggi menyebabkan biaya pinjaman lebih mahal sehingga menghalangi konsumen untuk berbelanja berlebihan, sekaligus mendorong orang untuk menabung. Namun, sisi negatifnya sering kali adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. "Tuan Agbal dihormati secara luas atas upayanya untuk menstabilkan inflasi, “ tutur Halley
Para ekonom telah lama mewaspadai keinginan Erdogan untuk mengontrol bank sentral, agar menjaga suku rendah. Kebijakan itu telah membuat investor takut, dan membuktikan kurangnya otonomi bank pada kebijakan moneter.
Hal ini, bersama dengan faktor-faktor lain seperti turunnya cadangan devisa dan tingkat utang yang tinggi, membuat lira babak-belur selama bertahun-tahun. Pada akhir 2017, satu dolar AS dapat ditukar dengan 3,5 lira, hari ini, satu dolar dapat membeli hampir 8 lira.
Keinginan Erdogan untuk mempertahankan suku bunga rendah, yang dinilainya bisa melawan inflasi. Ekonom menilai Turki sangat membutuhkan pengetatan kebijakan moneter untuk memadamkan tingkat inflasi yang saat ini melambung sampai 15 persen dan menopang mata uang.[Lokadata.id]