kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Kondisi Myanmar Semakin Bergejolak, Utusan PBB Desak Embargo Senjata Militer

Kondisi Myanmar Semakin Bergejolak, Utusan PBB Desak Embargo Senjata Militer

Sabtu, 10 April 2021 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Korban tewas protes kudeta militer Myanmar terus berjatuhan. (AFP/STR)


DIALEKSIS.COM | Dunia - Utusan Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah memberontak melawan aksi junta militer menyerukan perlawanan dan semangat untuk bertindak.

Ia juga meminta zona larangan terbang hingga embargo senjata untuk menekan angka kematian yang disebabkan militer.

"Tindakan kolektif dan kuat Anda dibutuhkan segera," kata Duta Besar Kyaw Moe Tun pada pertemuan Dewan Keamanan, mengutip AFP pada Sabtu (10/4).

"Waktu adalah yang terpenting bagi kami. Tolong, tolong ambil tindakan," ujarnya.

Ia juga menyuarakan penyesalan atas kurangnya tindakan yang memadai dan kuat oleh komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB.

Menurut dia kini kondisi makin tak kondusif. Bahkan kini junta sengaja menargetkan warga sipil dan dia menyuarakan kesedihan atas kematian anak-anak.

"Zona larangan terbang harus diumumkan untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut yang disebabkan serangan udara militer di wilayah sipil. Tidak diragukan lagi tindakan ini tidak dapat diterima oleh kita semua di dunia modern ini," katanya.

Ia berharap komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, tidak membiarkan kekejaman terus terjadi di Myanmar.

Selain itu ia juga menyerukan embargo senjata internasional hingga pembekuan rekening yang terkait dengan anggota militer dan keluarga mereka.

Kata dia, semua investasi asing langsung juga harus ditangguhkan sampai pemulihan pemerintahan yang dipilih secara demokratis.

Junta militer melakukan aksi kudeta karena menganggap pemilu yang dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi dan partainya, NLD, curang.

Mereka menuding setidaknya ada jutaan pemilih palsu yang terdaftar dalam pemilu lalu.

Kudeta kemudian memicu gelombang protes besar-besaran. Berdasarkan catatan Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) pada Kamis (8/4) jumlah korban tewas mencapai 614 orang sementara yang ditahan sebanyak 2.857 orang [cnnindonesia.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda